Di mana satu hari kerja sama dengan 8 jam.
Baca juga: 10 Makanan Terekstrem di Dunia, Cobain Shirako Khas Jepang yang Terbuat dari Kantung Sperma Ikan Cod
Ia juga mendapat perlakuan yang baik dari si pemilik lahan.
Putrie mengatakan alasannya part time jadi petani adalah karena ia tertarik dengan cara menanam padi di Jepang.
Menurutnya, lahan untuk menanam padi di Jepang berbeda dengan di Indonesia.
Sebagai mahasiswi agribisnis, kegiatan ini tentu menambah wawasannya seputar pertanian.
"Aku tertarik buat tahu cara menanam padi di sana soalnya kalau salju enggak bisa tumbuh. Mereka menanam bukan di sawah tapi di greenhouse, pakai wadah beberapa lapis tanah dan bibit terus naruh di wadahnya juga pakai mesin. Jadi takarannya udah otomatis," cerita dia.
Tak sendirian, Putrie juga ditemani beberapa mahasiswa asal Indonesia lainnya.
Cerita Putrie dan teman-temannya bekerja jadi petani ini sampai masuk ke koran Jepang pada saat itu.
Selain kerja menjadi petani, Putrie juga membagikan kisahnya mengikuti magang di perusahaan jamur di Jepang, yang berlokasi di Gosen, Niigata, Jepang.
Ia belajar banyak hal tentang pertanian di perusahaan tersebut selama 10 bulan.
Tak hanya ilmu dan pengalaman, Putrie juga mendapatkan bayaran yang hampir sama, sekitar 10.000 Yen.
Per harinya waktu kerja Putrie sekitar 8 jam.
"Jadi di perusahaan itu ada beberapa divisi dan kita coba semuanya, terus belajar tentang jamur, belajar bahasa juga di sana," kata dia.
"800 Yen per jam. Kalau ada lembur harian ditambah 25 persen itu maksimal satu hari 11 jam dan kalau lembur di hari libur dapet tambahan 35 persen dari gaji biasanya," cerita dia.
"Sehari sekitar 10.000 Yen jadi perbulannya bisa hitung sendiri, hari kerja 19-24 hari. Di perusahaan jamur atau part-time jadi petani gajinya sama aja," lanjutnya.
Baca juga: Disajikan saat Tahun Baru, Camilan Khas Jepang Ini Justru Dikenal Mematikan
Baca juga: 7 Pasar Loak Terbaik di Tokyo, Tempat Berburu Suvenir Mewah tapi Murah di Jepang
Baca tanpa iklan