TRIBUNTRAVEL.COM - Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, kita sering melihat beragam pernak-pernik khas budaya Tionghoa menghiasi setiap sudut kota.
Termasuk lampion, pohon angpao, kue keranjang, hingga aneka hiasan gantung yang identik dengan warna merah dan emas.
Selain pernak-pernik dan makanan, perayaan Imlek juga biasanya dimeriahkan dengan memakai cheongsam.
Traveler tentu sudah tidak asing lagi dengan gaun cheongsam atau yang disebut juga dengan qipao dalam tradisi Tionghoa.
Rupanya, ada fakta menarik di balik gaun ikonik khas wanita Tionghoa ini.
Sejarah pakaian cheongsam ini mencerminkan kebangkitan wanita Tionghoa modern di abad ke-20.
Dikutip TribunTravel dari laman theculturtrip.com, keberadaan cheongsam dimulai dengan penggulingan Dinasti Qing dan berdirinya Republik Tiongkok pada tahun 1912.
Pada pertengahan 1910-an dan awal 1920-an, para intelektual Tiongkok mulai memberontak terhadap nilai-nilai tradisional.
Mereka menyerukan basis masyarakat yang demokratis dan egaliter, termasuk emansipasi dan pendidikan wanita.
Praktik mengikat kaki gadis muda untuk mencegah pertumbuhannya pun dilarang.
Pada tada tahun 1920-an, wanita diizinkan masuk ke sistem pendidikan, jadi guru dan murid, termasuk mengganti pakaian tradisional yang seperti jubah.
Wanita diperbolehkan mengadopsi model pakaian pria pada saat itu yang disebut changpao atau changsan.
Shanghai, sebagai kota pelabuhan yang aktif dan dinamis dengan populasi orang asing yang cukup besar, menjadi ujung tombak peralihan mode ini.
Pada awal tahun 1920-an, cheongsam memiliki potongan yang lebih longgar daripada cheongsam masa kini.
Lengannya panjang dan lebar.