TRIBUNTRAVEL.COM - Tahukah traveler bahwa Papua memiliki salah satu suku paling terasing di dunia?
Ya, suku itu bernama Suku Korowai.
Suku Korowai adalah suku yang keberadaannya baru ditemukan oleh seorang misionaris Belanda, Johanes Veldhuizen pada 35 tahun yang lalu.
Selama Suku Korowai ada dan hidup, baru pada tahun 1975 lah mereka mengetahui bahwa ada manusia lain yang hidup di dunia selain suku mereka.
Sejak saat itu pula, suku Korowai baru mengenal dunia luar dan memiliki kontak dengannya.
Orang-orang suku Korowai menempati kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Laut Arafura.
Baca juga: 4 Suku Penjelajah Asal Indonesia, Ada yang Dijuluki Sebagai Viking
Mereka adalah pemburu dan pengumpul yang memiliki keterampilan untuk bertahan hidup.
Salah satu yang paling disorot dunia luar yang juga menjadi keunikan suku Korowai adalah adanya rumah pohon yang digunakan suku ini untuk bermukim.
Rupert Stasch, seorang antropolog dari Cambridge, dalam sebuah artikel yang dimuat di jurnal Antropologi Cambridge tahun 2011 menyebutkan bahwa berita rumah pohon suku Korowai telah menjadi sangat populer di pertengahan tahun 90-an.
Gambaran tentang rumah pohon yang sangat tinggi dan eksotik dalam kacamata Rupert Stasch yang ditulis dalam artikel berjudul Treehouses in Global Visual Culture sebenarnya hanyalah efek pemberitaan global.
Budaya pemberitaan itu telah memantik gagasan pembacanya tentang rumah pohon dari masa lalu yang masih ada dan hidup hingga saat ini.
TONTON JUGA:
Padahal, yang sebenarnya terjadi hanyalah pemberitaan yang berlebihan dari rumah panggung biasa yang umumnya dibuat lebih tinggi beberapa meter dari atas tanah.
Dilansir dari indonesia.go.id, rumah utama suku Korowai adalah rumah yang diberi nama xaim.
Rumah ini adalah rumah biasa yang dibuat di atas tonggak-tonggak dari pohon-pohon berukuran kecil yang menjadi pancang.
Umumnya rumah xaim memiliki tinggi antara 10 hingga 30 kaki atau sekitar 3 hingga 9 meter dari permukaan tanah.
Rata-rata rumah jenis ini pun hanya berketinggian sekitar 15 kaki atau 4,5 meter.
Suku Korowai juga memiliki rumah yang dibangun hanya satu meter di atas tanah atau bahkan tidak berpanggung sama sekali.
Rumah tersbut disebut sebagai xau.
Foto-foto tentang rumah ini sangat jarang dipublikasikan.
Sementara, gambaran yang sangat menarik perhatian dunia global adalah rumah jenis ketiga yang disebut sebagai lo-up, artinya rumah yang harus dipanjat.
Padahal, Suku Korowai kini sudah sangat jarang membuat rumah jenis lo-up.
Rumah 'panjat' ini umumnya berada di ketinggian 15 hingga 35 meter di atas pohon besar yang hidup.
Menurut Rupert Stasch, imajinasi orang luar tentang rumah suku Korowai sudah "out of proportion".
Ketika Stasch berada di Korowai, masyarakat Korowai bercerita bahwa rumah mereka yang paling banyak adalah jenis xaim.
Tujuh dari sepuluh rumah di Korowai adalah rumah jenis xaim.
Sedangkan tiga dari sepuluh rumah adalah rumah jenis xau.
Sementara, rumah jenis lo-up atau rumah panjat hanya ada satu dari lima puluh rumah baru di Korowai.
Dalam sejarah suku Korowai, rumah panjat adalah rumah yang dibangun oleh pemuda-pemuda Korowai untuk menikmati pemandangan yang luar biasa.
Rumah ini digunakan sebagai tempat untuk menyerukan pekikan atau suara-suara dari ketinggian.
Rumah panjat ini adalah bentuk 'pamer' kepada kelompok lain untuk memperlihatkan kekuatan atau kebesaran.
Namun, rumah ini sudah tidak pernah digunakan untuk hunian.
Baca juga: Q’eswachaka, Jembatan Gantung Peninggalan Suku Inca yang Terbuat dari Rumput
Baca juga: Keunikan Wanita Suku Kayan, Pakai Cincin di Leher untuk Simbol Kecantikan
Baca juga: 5 Suku Ini Punya Simbol Kecantikan yang Unik, Ada yang Mewarnai Gigi Menjadi Hitam Legam
Baca juga: Tradisi Ekstrem Suku Dani di Papua, Potong Jari-jemari Sebagai Wujud Kesedihan
Baca juga: Gaya Rambut Suku Indian Ini Sangat Mendunia, Pernah Tahu?
(TribunTravel.com/Ron)