Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Orang Pertama yang Berinteraksi dengan Suku di Pulau Sentinel Utara Ungkap Kesalahan Turis Amerika

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suku Sentinel

TRIBUNTRAVEL.COM- Satu-satunya orang yang pernah berhubungan dengan suku di Pulau Sentinel Utara adalah TN Pandit.

Sebelumnya sempat heboh, seorang turis Amerika Serikat, John Allen Chau dilaporkan tewas dipanah oleh suku di Pulau Sentinel Utara.

Pulau Sentinel Utara merupakan pulau terisolasi di India yang sangat agresif jika didekati.

Pulau Sentinel Utara sudah lama jadi destinasi terlarang yang dikunjungi traveler berpengalaman sekalipun.

Penduduk asli Sentinel memang tidak mau berurusan dengan masyarakat luar.

Namun, TN Pandit berhasil mengunjungi Pulau Sentinel antara tahun 1960-an dan 1990-an.

TN Pandit adalah antropolog berusia 84 tahun dan kepala regional Departemen Urusan Tribal India.

Pandit memberikan hadiah pada suku sentinel (news.com.au)

Ia mengatakan suku tersebut cinta damai dan percaya reputasi menakutkan untuk mereka tidak adil.

“Selama interaksi kami, mereka mengancam kami tetapi tidak pernah mencapai titik di mana mereka membunuh atau membuat luka. Setiap kali mereka gelisah kami mundur,” katanya.

Dia percaya tidak perlu terburu-buru untuk melakukan kontak dengan Sentinelese setelah tragedi itu.

“Saya merasa sangat sedih atas kematian pemuda ini yang datang jauh-jauh dari Amerika. Tapi dia melakukan kesalahan. Dia memiliki cukup kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia bertahan dan membayar dengan nyawanya," jelasnya.

Pandit tidak pernah diizinkan untuk pergi ke pulau itu sendiri.

Dia akan selalu mendekat dengan perahu dan kemudian berdiri di air di lepas pantai untuk menyerahkan hadiah.

Kadang cara itupun tak selalu bisa dilakukan.

Saat ia melakukannya ia pernah menemui seorang lelaki di suku tersebut mengacungkan sebilah pisau ke arahnya.

Ia pun dengan cepat melarikan diri.

Setiap misi untuk mengambil jasad John Allen Chau dapat menyebabkan kematian lebih lanjut di kedua sisi.

“Dari empat komunitas suku Andaman, kami telah melihat bahwa mereka yang berhubungan dekat dengan dunia luar telah sangat menderita. Mereka telah menolak secara demografis dan budaya, ”kata Pandit.

Menurutnya Sentinelese adalah populasi yang sangat rentan dan akan hilang dalam epidemi.

Para ilmuwan percaya percaya bahwa orang-orang Sentinel adalah keturunan orang Afrika yang bermigrasi ke daerah itu sekitar 50.000 tahun yang lalu dan bertahan hidup di pulau kecil yang berhutan dengan berburu, memancing, dan mengumpulkan tanaman liar.

Fakta-fakta terbunuhnya turis Amerika

Berikut empat fakta mengenai meninggalnya turis Amerika di Pulau Sentinel Utara

1. Meninggal setelah dipanah

Seperti dilaporkan Dailymail.co.uk, John Chau dibunuh begitu dia menginjakkan kaki di Pulau Sentinel Utara yang terpencil.

Setelah dipanah, tubuh John Allen Chau dimakamkan di pasir.
"Ini adalah petualangan yang salah tempat di kawasan yang sangat terlindungi," kata Direktur jenderal polisi di Andaman dan Nicobar, Derendra Pathak.

2. Dibantu nelayan lokal

Dependra Pathak, mengatakan John Allen Chou dan nelayan masuk secara ilegal.

John Allen Chau yang baru berusia 27 tahun membayar nelayan setempat untuk membantunya ke pulau itu minggu lalu.

Chau naik perahu dengan para nelayan sebelum bertualang sendirian.

3. Pesan keluarga

Keluarga Jogn Allen Chau mengaku sangat sedih atas meninggalnya anggota keluarganya.

Mereka juga meminta maaf jika kematian John Allen Chau membuat beberapa pihak ditangkap.

keluarga John Allen Chau meminta nelayan yang membantu John Allen Chau dibebaskan.

Itu karena John Allen Chau bertindak sesuai kemauannya.

4. Seharusnya tak terjadi

Survival International, sebuah organisasi yang telah mendorong perlindungan suku-suku asli di Andaman menyatakan seharusnya tragedi ini tak terjadi.

"Suku Sentinel telah menunjukkan berulang kali bahwa mereka ingin dibiarkan sendirian, dan keinginan mereka harus dihormati," ungkap Direktur Survival Internasional, Stephen Cory.

(TribunTravel.com/Arif Setyabudi)