Breaking News:

Mata Lokal UMKM

Daur Ulang Bernilai Tinggi, J Craft Hadirkan Karya Ramah Lingkungan

Kisah inspiratif Ratna mengembangkan kerjainan J Craft dari Jogja yang menyulap limbah menjadi aneka karya yang menjangkau pasar luas

Cenderaloka
J Craft, produk kerajinan asal Jogja yang sudah bertahan 20 tahun. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Membuat kerajinan tangan mungkin hanyalah hobi atau cara untuk mengisi waktu luang bagi sebagian orang.

Namun beda halnya dengan Ratna yang memiliki brand bernama J Craft asal Jogja.

J Craft, produk kerajinan asal Jogja yang sudah bertahan 20 tahun.
J Craft, produk kerajinan asal Jogja yang sudah bertahan 20 tahun. (Dokumentasi J Craft)

Bagi Ratna, kerajinan memiliki arti yang mendalam.

Ia memaknai kerajinan sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup.

Baca juga: Liburan Sekolah di Taman Safari Bogor: Wisata Edukatif yang Seru untuk Anak

Sekaligus pula bentuk kepedulian terhadap alam dan media untuk menuangkan imajinasi tanpa batas.

Ratna telah menggeluti dunia ini selama lebih dari dua dekade.

Bermula dari sekadar membuat gelang saat masih TK, kini Ratna dikenal sebagai pengrajin ulung yang menghasilkan aneka karya.

Sebagian besar karya Ratna berasal dari manik-manik, teknik decoupage, sampai limbah kain perca.

Baca juga: Update Harga Tiket Masuk Obelix Hills Jogja per Juli 2025, Suguhkan View Menawan

Dari Gudang Sederhana Menuju Etalase Digital

Meski memulai dari rumah biasa tanpa showroom mewah, Ratna membuktikan bahwa konsistensi dan semangat bisa membawa produknya menjangkau pasar luas. 

2 dari 4 halaman

Produksi dilakukan dari gudang di rumah yang juga berfungsi sebagai workshop. 

Ia banyak menjual secara online melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook. 

a
J Craft, produk kerajinan asal Jogja yang sudah bertahan 20 tahun. (Dokumentasi J Craft)

Bahkan, ia menyebut Facebook sebagai titik awal digitalnya, dengan album-album produk yang rapi dan mudah diakses pelanggan.

“Etalase saya itu di IG. Kalau di Facebook dulu saya bikin album sendiri untuk manik-manik, decoupage, daur ulang—semua punya tempat sendiri. Jadi pelanggan tinggal pilih dari situ,” jelas Ratna saat diwawancari Cenderaloka.

Selain online, Ratna juga aktif mengikuti pameran dan bazar, mulai dari lokal market, pasar dinas, hingga event yang diselenggarakan di tempat prestisius seperti Plaza Malioboro. 

Semua ini dilakukan tanpa memiliki pegawai tetap dan hanya dibantu oleh keluarga, dan dikerjakan sepenuh hati.

Baca juga: Itinerary 1 Day Trip Temanggung, Kunjungi Wisata Alam Posong hingga Sigandul View

Tantangan Produksi dan Solusi Kreatif

Sebagai pelaku UMKM mandiri, tantangan terbesar Ratna adalah soal deadline, terutama saat pesanan membludak. 

Dengan tidak adanya karyawan tetap, ia harus mengerahkan tenaga keluarga dan mengatur waktu produksi dengan cermat.

“Saya selalu kasih tahu pelanggan, handmade itu perlu waktu. Bahkan untuk teknik decoupage, pengeringannya tergantung cuaca. Kalau hujan terus, ya bisa mundur,” katanya.

a
J Craft, produk kerajinan asal Jogja yang sudah bertahan 20 tahun. (Cenderaloka)
3 dari 4 halaman

Untuk mengantisipasi kendala tak terduga, Ibu Ratna selalu memberi batas waktu lebih lama dari estimasi. 

Misalnya, jika produk bisa selesai dalam 3 hari, ia akan menjanjikan 7 hari. 

Dengan cara ini, ia hampir selalu menyelesaikan pesanan sebelum tenggat waktu.

Baca juga: Itinerary 1 Day Trip Salatiga dari Semarang, Kunjungi Tlogo Plantation Resort hingga Taman Tingkir

Produksi Berbasis Hati dan Kualitas

Salah satu kekuatan utama dari J Craft adalah keunikan setiap produknya. 

Karya yang dibuat oleh Ratna tidak menggunakan desain tetap atau cetakan massal. 

Semua dibuat berdasarkan inspirasi yang datang saat proses berlangsung, menjadikan setiap produk limited edition.

“Desain saya mengalir dari kepala, nggak digambar dulu. Satu desain biasanya cuma keluar sekali. Kalau bahannya sama pun, hasil akhirnya akan beda,” ujarnya.

Untuk menjaga kualitas, ia lebih memilih mengerjakan sendiri bagian penting dari produk, sementara keluarga membantu di tahap finishing dan pengemasan. 

Dengan begini, mutu dan nilai seni tetap terjaga, dan pelanggan merasa puas dengan hasil yang mereka terima.

4 dari 4 halaman

Mengolah Limbah Jadi Peluang

Ratna juga dikenal karena komitmennya terhadap kerajinan daur ulang. 

Ia memanfaatkan perca kain dari para penjahit—bahan yang tak bisa masuk bank sampah dan biasanya hanya dibakar atau jadi lap.

“Dua karung perca sering saya terima dari penjahit. Bagi mereka itu sampah, tapi buat saya itu emas,” ucapnya semangat.

Dari bahan-bahan tak terpakai itu, lahirlah tempat tisu, gantungan kunci, dompet, dan hiasan-hiasan cantik bernilai jual tinggi. 

Produk-produk ini tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menjadi bentuk nyata kontribusinya terhadap ekonomi sirkular.

Komunitas dan Edukasi: Bergerak Bersama

Lebih dari sekadar usaha, Ratna juga aktif di berbagai komunitas UMKM, rajut, dan kerajinan lainnya. Ia percaya, kunci kekuatan pelaku usaha kecil adalah gotong royong dan saling dukung.

“Kita saling support, beli produk teman, bantu titip barang di bazar, promosikan di media sosial. Itu kekuatan UKM—mandiri dan saling bantu,” tegasnya.

Bukan hanya itu, Ratna juga aktif menjadi narasumber dan pelatih workshop, termasuk untuk bank sampah, kampung binaan, bahkan lembaga pemasyarakatan (Lapas). 

Sejak 2017, ia bersama komunitasnya pernah melatih para warga binaan Lapas Perempuan Yogyakarta untuk membuat kerajinan tangan sebagai bekal saat bebas nanti.

Harapan dan Kontribusi

Meskipun dirinya tak mengukur secara pasti sejauh mana kontribusinya terhadap ekonomi kreatif nasional, Ratna menyadari bahwa semakin banyak orang mengenal dan belajar dari apa yang ia kerjakan. 

Ia pun mengakui, sekarang komunitasnya mulai mendapatkan perhatian dari kelurahan hingga tingkat kota.

“Saya senang bisa berbagi ilmu lewat workshop, terutama untuk produk daur ulang. Harapannya, makin banyak orang sadar bahwa dari yang dianggap limbah, bisa jadi berkah dan penghasilan,” ujarnya.

Baca juga: Itinerary 1 Day Trip Pacet Mojokerto, Kunjungi Pemandian Air Panas Padusan hingga Coban Canggu

Mimpi ke Depan

Ratna berharap industri kerajinan di Indonesia semakin mandiri dan kolaboratif. 

Ia ingin melihat UKM berkembang bukan karena bergantung pada bantuan, tapi karena saling mendukung dan memberdayakan sesama pelaku usaha. 

Ia percaya bahwa dengan semangat gotong royong dan kreativitas, kerajinan lokal bisa menembus pasar nasional, bahkan internasional—tanpa harus kehilangan identitas dan nilai lokal.

“Kalau kita ikhlas berkarya, hasilnya akan sampai ke hati orang. Produk yang dibuat dengan cinta, pasti ketemu pembelinya,” tutup Ratna dengan penuh keyakinan.

(Cynthiap/Tribunshopping.com)(TribunTravel.com/mym)

Artikel ini telah tayang di Tribunshopping.com dengan judul J Craft: Kerajinan Hati dari Yogyakarta, Inspirasi dari Limbah Menjadi Karya Bernilai

Selanjutnya
Tags:
JogjaJ CraftMataLokalUMKMprodukCenderaloka
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved