TRIBUNTRAVEL.COM - Tidak banyak yang tahu bahwa di ujung timur laut Sulawesi, tepatnya di Desa Ranowangko II, Kecamatan Kombi, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, tersembunyi sebuah pantai alami yang begitu memesona: Pantai Tuturuga.
Pantai Tuturuga bukan sekadar destinasi biasa.
Baca juga: Kolam Luis Pinori Sukur Minahasa Utara, Wisata Air Alami Sejernih Air Mineral
Baca juga: 7 Tempat Wisata Terbaik di Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara: Eksotis, Alami, dan Jarang Tersentuh
Pantai Tuturuga menawarkan pasir putih yang lembut, ombak tenang, dan suasana alami yang jauh dari hiruk-pikuk wisata mainstream.
Beberapa bulan lalu, Pantai Tuturuga memberi lebih dari sekadar keindahan — sebuah kejadian langka terjadi tepat di tengah malam, yang menyentuh hati siapa pun yang menyaksikannya.
Baca juga: Pantai Ratatotok Timur, Tempat Wisata Baru di Minahasa Tenggara Sulut yang Jadi Favorit
Baca juga: Liburan ke Pantai Ratatotok Timur, Minahasa Tenggara: Berikut Panduan Rute Menuju ke Sana
Camping di Pinggir Pantai yang Masih Alami
Pantai Tuturuga memang telah lama dikenal oleh para pecinta alam dan penggemar camping.
Pantai ini buka 24 jam, memudahkan pengunjung untuk menikmati berbagai aktivitas malam seperti mendirikan tenda, membuat api unggun, hingga berburu matahari terbit di pagi hari.
Udara malam yang sejuk dan suara debur ombak menjadikan suasana di Pantai Tuturuga sangat cocok untuk melepas penat.
Namun malam itu di bulan April 2025, para pengunjung mendapat kejutan yang tidak pernah mereka duga.
Saat sedang bersantai di depan tenda, sambil menyeruput kopi hangat dan menyantap mie instan cup, tiba-tiba dari kejauhan muncul sosok besar yang bergerak perlahan menuju pantai.
Setelah diperhatikan lebih dekat, ternyata penyu belimbing betina merayap naik ke pasir kering — hendak bertelur.
Momen Langka yang Menggetarkan
Kejadian ini terjadi sekitar pukul 23.30 WITA.
Tanpa instruksi khusus, para pengunjung langsung mematikan lampu dan menjaga jarak.
Mereka tahu, momen seperti ini sangat sensitif terhadap cahaya dan suara manusia.
“Kami benar-benar beruntung malam ini. Tidak semua orang bisa melihat langsung proses alami seperti ini,” kata Anjas Mamonto, satu pengunjung yang hadir di lokasi.
Proses bertelur penyu berlangsung sekitar satu jam.
Setelah memastikan semua telur tertanam dengan aman, penyu itu kembali ke laut, meninggalkan jejak misterius yang tak terlupakan di pasir.
Baca juga: Serunya Menikmati Panorama Sunset di Pantai Mangatasik Minahasa Sulut
Habitat Alami yang Masih Terjaga
Menurut pengelola kawasan Pantai Tuturuga, kemunculan penyu yang bertelur di wilayah ini memang jarang terjadi, apalagi di hadapan manusia.
Penyu biasanya memilih lokasi yang sunyi, bersih, dan alami — artinya, Pantai Tuturuga masih menjadi habitat yang layak dan aman bagi satwa langka ini.
“Ini bukti bahwa Pantai Tuturuga masih sangat terjaga kelestariannya,” ujar salah satu pengelola pantai yang enggan disebutkan namanya.
Sebagai informasi, penyu — terutama jenis penyu belimbing — termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia.
Dalam satu kali proses bertelur, penyu betina dapat mengeluarkan sekitar 70 hingga 120 butir telur.
Namun, dari ratusan telur itu, hanya sedikit yang berhasil mencapai usia dewasa di alam liar.
Lebih dari Sekadar Liburan
Kejadian ini menjadi semacam “pengingat alami” bahwa wisata dan konservasi dapat berjalan beriringan.
Banyak pengunjung yang merasa tersentuh dan mulai memahami bahwa menjaga kebersihan pantai serta menghargai kehidupan liar adalah bagian penting dari aktivitas wisata di alam terbuka.
"Ini bukan cuma soal liburan, tapi juga tentang berbagi ruang dengan alam," ujar Jounior Moha, satu pengunjung yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Bagi mereka yang hadir malam itu, camping bukan lagi sekadar melepas penat.
Mereka pulang membawa cerita, makna, dan tanggung jawab baru: menjaga keindahan dan kelestarian alam.
Potensi Ekowisata yang Perlu Diangkat
Dengan semakin meningkatnya minat terhadap wisata ramah lingkungan, Pantai Tuturuga punya potensi besar sebagai destinasi ekowisata unggulan di Minahasa dan Sulawesi Utara.
Selain menawarkan keindahan alam yang masih perawan, pengalaman menyaksikan penyu bertelur bisa menjadi nilai tambah yang jarang dimiliki tempat lain.
Namun tentu saja, jika ingin menjadikan pengalaman langka ini sebagai daya tarik wisata, pendekatan konservasi harus dikedepankan.
Pengunjung harus diedukasi untuk tidak menyentuh penyu, tidak menggunakan cahaya terang, serta tidak membuat suara keras saat berada di pantai di malam hari.
Pantai Tuturuga membuktikan bahwa harmoni antara manusia dan alam masih mungkin terjadi, selama ada kesadaran dan kepedulian bersama.
Catatan: Jika kamu ingin berkunjung ke Pantai Tuturuga, pastikan untuk membawa kembali semua sampah, menjaga kebersihan, serta mengikuti aturan lokal yang ada.
(Ambar/TribunTravel) (Gryfid Talumedun/TribunManado)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.