TRIBUNTRAVEL.COM - Kelakuan penumpang pesawat ini bikin geleng kepala.
Bagaimana tidak, penumpang wanita ini ketahuan mengisap rokok elektrik di tengah penerbangan.
Baca juga: 7 Tempat Wisata Hits di Chiang Rai Thailand, Cocok Dikunjungi Solo Traveler
Baca juga: 9 Restoran Hits di Chiang Rai Thailand, Cocok Buat Makan Siang Enak dan Mengenyangkan
Akibatnya penumpang pesawat ini diamankan petugas setibanya di bandara.
Dilansir TribunTrends.com dari Sanook, penumpang tersebut diketahui terbang dari provinsi Chiang Rai, Thailand.
Baca juga: 5 Oleh-oleh Unik yang Cuma Bisa Kamu Temukan di Thailand, Cocok Buat Dijadikan Suvenir
Baca juga: 7 Tempat Wisata di Pattaya Thailand, Nong Nooch yang Estetik hingga Pantai Jomtien Nan Menenangkan
Dalam video yang beredar, tampak penumpang wanita, satu pria, dan seorang wanita mengenakan kemeja merah muda, kacamata dan masker, sedang merokok elektrik atau vape saat berada di dalam pesawat.
Penumpang yang duduk di kursi sebelahnya kaget karena penumpang tersebut dengan santainya ngevape di dalam pesawat.
Diam-diam penumpang lain merekam kejadian tersebut, lalu mengunggahnya di media sosial.
"Halo, tolong beri saya penjelsan mengapa penumpang bisa menghisap rokok elektrik di pesawat!
Saya tidak tahu bagaimana bandara bisa melepasnya karena membawa rokok.
Dia mengisap rokok elektrik di pesawat. Wajahnya tidak terlalu malu.
Dia perlahan-lahan mengepulkan asap. Saya juga tidak mengerti mengapa dia nekat melakukan hal itu.
Penumpang itu berangkat dari Bandara Chiang Rai," tulis seorang pengguna di X, dikutip TribunTrends, Rabu, (10/4/2024).
Wakil Presiden Angkatan Udara Trisomchanok Tiamtiatrat, Direktur Bandara Internasional Chiang Rai Dia mengatakan dia telah menerima laporan tentang insiden itu dari pihak berwenang.
Publik dibuat penasaran bagaimana penumpang tersebut bisa melewati pos pemeriksaan, apakah ada kesalahan?
Bandara diketahui memiliki fungsi pencarian keamanan, yaitu untuk mencari barang-barang terlarang yang dapat menyebabkan insiden serius di atas pesawat, seperti bahan peledak, senjata api, pisau, atau benda lain.
Rokok elektrik adalah ilegal.
Dalam proses inspeksi bandara, ada kemungkinan bahwa rokok elektrik akan lolos dari pemeriksaan karena terbuat dari bahan plastik yang tidak dapat disinar-X.
Terkadang, penumpang dapat menyimpannya, tetapi jika terdeteksi, mereka akan disita dan tindakan hukum diambil. Karena rokok elektrik telah bersalah karena sudah diimpor ke negara tersebut.
Kepala Menteri Udara Trisomchanok juga mengatakan bahwa merokok di pesawat terbang adalah pelanggaran di bawah dua undang-undang utama.
Ini adalah pelanggaran di bawah Undang-Undang Merokok.
Merokok dilarang di terminal atau bahkan di pesawat terbang.
Merokok dilarang di dalam pesawat karena dapat mengganggu mereka yang berada di dalam pesawat.
Pihak terkait juga mengatakan dia ingin menyampaikan pesannya kepada mereka yang menyaksikan insiden semacam ini.
Penumpang harus segera memberi tahu awak kabin agar awak kabin dapat memberi tahu pilot tentang pesawat.
Untuk mengkoordinasikan bandara atau bandara tujuan dan memberitahu polisi untuk menangkap pelaku.
Baca juga: Video Viral Ramadan di Thailand, Mirip Indonesia, Jalanan Dipenuhi Orang Pulang Tarawih
Niat Bercanda di Pesawat, Nahas WNI di Arab Saudi Terancam Bui 8 Bulan
Nasib seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Arab Saudi.
Saat hendak kembali ke Indonesia naik pesawat, ia terlibat adu mulut dengan pramugari.
Ingin mencairkan suasana, ia kemudian mengeluarkan candaannya.
Namunbukannya berhasil, candaanya di pesawat itu harus dibayar dengan hukuman penjara selama delapan bulan. Kenapa?
Nasib Raksasabidin Napitupulu, seorang warga negara Indonesia (WNI) sungguh pilu setelah dijatuhi hukuman 8 bulan penjara dan denda lebih Rp41 juta yang berawal dari kalimat candaan di pesawat.
Permasalahan hukum ini berawal saat Raksasabidin Napitupulu bersama istrinya, Ratih dalam perjalanan pulang dari Bandara King Abdul Aziz International Airport, Arab Saudi tujuan Jeddah (Arab Saudi) ke Cengkareng (Indonesia)
Penerbangan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor GA991 pada 10 Februari 2024.
Ratih menceritakan, saat berada di Bandara King Abdul Aziz International Airport, suaminya terlibat perselisihan dengan seorang pramugari di pesawat tersebut.
Perselisihan ini timbul akibat pelayanan yang dianggap kurang baik oleh pramugari tersebut terhadap beberapa penumpang.
“Suami saya merasa tersinggung oleh komentar pramugari, tapi berusaha meredakan situasi dengan candaan mengucapkan suatu kalimat yang ternyata tanpa sepengetahuan suami saya bahwa kalimat tersebut dilarang untuk diucapkan," ujar Ratih, Jakarta, Rabu (13/03/2024).
"Akibatnya, suami saya tidak diizinkan untuk kembali ke Indonesia dan diserahkan kepada petugas imigrasi dan polisi bandara untuk investigasi lebih lanjut," tuturnya.
"Padahal, suami saya sudah dua kali umroh, tentu tidak ada unsur jahat ataupun niatan jahat sama sekali, itu murni hanya bercanda,” ujar Ratih, Jakarta, Rabu (13/03/2024).
Singkat cerita, suaminya diproses hukum hingga dijatuhi hukuman di Arab Saudi.
Ratih merasa kurang mendapat bantuan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah kepada keluarga dan pihaknya dalam menangani kasus suaminya di Arab Saudi.
Selain itu, bahwa putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman penjara 8 bulan dan denda senilai 10.000 Riyal Arab Saud atau setara Rp 41.521.895 (Rp4.152,19/Riyal Saudi) kepada suaminya, harus dibatalkan demi hukum.
Menurut Ratih, terdapat kutipan kesaksian suaminya dalam putusan pengadilan yang berbanding terbalik dengan fakta sebenarnya.
Kisah pilu dialami seorang warga negara Indonesia (WNI), Raksasabidin Napitupulu, berawal kalimat candaan di pesawat kini dirinya dijatuhi hukuman 8 bulan penjara dan denda lebih Rp41 juta. (Sonora/ist)
Dan menurutnya, hal itu merupakan kekeliruan dalam proses hukum.
Ratih pun mengaku telah melayangkan surat permohonan bantuan kepada Pemerintah Republik Indonesia, khusunya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu dilakukannya mengingat setiap warga negara Indonesia yang mendapat permsalahan hukum di luar negeri berhak mendapat perlindungan dari negara.
Hal itu juga diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Pasal tersebut menyatakan, "Pemerintah Republik Indonesia melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing di Indonesia."
“Kan di sini jadi jelas juga bahwa pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan warga negaranya yang menghadapi masalah hukum di luar negeri,” ujarnya.
"Hal ini mencakup memberikan perlindungan, bantuan, dan dukungan kepada warga negara Indonesia yang mengalami masalah hukum di negara asing, termasuk dalam hal investigasi, pengadilan, dan proses hukum lainnya," sambungnya.
Dengan demikian, Ratih menaruh harapan adanya tanggung jawab pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada warga negaranya yang mengalami kesulitan hukum di luar negeri, sesuai dengan prinsip kedaulatan negara dan perlindungan hak asasi manusia.
Ratih juga menceritakan, ada permasalahan hukum yang serupa yang dialami suaminya yakni dua WNI bernama Ummi Widya Yani dan Triningsih pada tahun 2017.
“Namun, berkat upaya diplomasi dan komunikasi yang dilakukan oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri Indonesia, yaitu Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) atau Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dengan otoritas Kerajaan Arab Saudi, kedua WNI tersebut akhirnya dibebaskan dari masalah hukum yang mereka hadapi,” tutur Ratih.
Dalam kasus tersebut menunjukkan bahwa ada preseden di mana pihak diplomatik Indonesia berhasil menyelesaikan kasus serupa dengan sukses.
Pengalaman ini memberikan contoh bahwa melalui diplomasi yang efektif dan komunikasi yang baik antara pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah Indonesia dan otoritas asing, masalah hukum yang dihadapi oleh WNI di luar negeri dapat diselesaikan dengan baik dan adil.
“Begitu juga dengan permasalahan hukum yang dialami oleh suami saya, semoga pengalaman sebelumnya tersebut dapat menjadi landasan untuk menegaskan pentingnya upaya diplomatik dan komunikasi yang efektif dalam menangani kasus serupa,” tuturnya.
"Diharapkan bahwa berkat upaya yang dilakukan oleh pihak berwenang, termasuk KJRI atau KBRI, masalah hukum yang dihadapi oleh suami saya juga dapat diselesaikan dengan baik dan adil, seperti yang terjadi pada kasus sebelumnya," katanya.
Ratih berharap, kasus yang menimpa suaminya tidak dibedakan perlakuannya dengan kasus serupa yang terjadi pada tahun 2017 di Arab Saudi.
“Sebagai seorang WNI, suami saya berhak mendapatkan perlindungan yang sama dari negara, sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak atas perlindungan yang adil dari negara,” imbuh Ratih.
Konsistensi dalam perlakuan dan pelayanan bagi WNI yang mengalami masalah hukum di luar negeri adalah bentuk keadilan dan keberpihakan negara terhadap rakyatnya.
Perlindungan yang konsisten ini juga mencerminkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, di mana setiap individu berhak diperlakukan secara adil dan setara di hadapan hukum, tanpa memandang latar belakang atau kondisi tertentu.
Karenanya, pemerintah Indonesia, terutama lembaga diplomatik seperti KJRI atau KBRI, harus memastikan bahwa semua WNI yang menghadapi masalah hukum di luar negeri diberikan perlindungan yang sama dan diperlakukan secara adil, tanpa adanya diskriminasi atau perbedaan perlakuan yang tidak adil.
Ini bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga kewajiban hukum negara Indonesia untuk melindungi hak-hak warganya sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi kepada pihak-pihak terkait, termasuk pihak maskapai maupun Kementerian Luar Negeri RI, perihal informasi yang disampaikan Ratihini.
(TribunTrends/Jonisetiawan)
Artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul Viral Penumpang Wanita Merokok di Pesawat, Kok Bisa Lolos dari Pemeriksaan? Diduga Ini Penyebabnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.