Breaking News:

Ramadhan

Mengenal Likuran, Tradisi Ramadhan di Batam dengan Memasang Lampu Pelita

Tradisi Likuran saat Ramadan di Lingga boleh dibilang sangat dinanti masyarakat yang kental dengan budaya Melayu itu.

Editor: Sinta Agustina
Unsplash/lemonmelon
Ilustrasi lampu Ramadhan. Tradisi Likuran saat Ramadan di Lingga boleh dibilang sangat dinanti masyarakat yang kental dengan budaya Melayu itu. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Beragam tradisi Ramadhan dapat ditemukan di Indonesia, salah satunya Likuran.

Tradisi Likuran banyak ditemukan di tanah Melayu, seperti Kepulauan Riau, Batam, dan sebagainya.

Tampak pintu gerbang Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat dihiasi lampu hias.
Tampak pintu gerbang Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat dihiasi lampu hias. (TribunBatam.id/Febriyuanda)

Tradisi Likuran saat Ramadan di Lingga boleh dibilang sangat dinanti masyarakat yang kental dengan budaya Melayu itu.

Saat Ramadan di Lingga, tepatnya di 10 hari terakhir bulan suci umat Islam itu, disemarakkan dengan tradisi Likuran saat malam hari.

Baca juga: 5 Jajanan untuk Oleh-oleh Khas Batam, Bawa Pulang saat Mudik Lebaran 2023

Hampir setiap masing-masing desa dan kelurahan di beberapa wilayahmembangun pintu gerbang atau gapura untuk menyemarakkan tradisi Likuran.

Bagi masyarakat tradisi likuran dianggap spesial, karena momen ini menjadi nilai kebahagiaan sendiri bagi masyarakat di sana.

LIHAT JUGA:

Memasang lampu pelita

Mulai malam 21 Ramadan sudah dimulai dengan sebutan satu likur, hingga sampai ke puncaknya di malam 27 Ramadan, yakni Tujuh Likur.

Pada malam ini, di halaman rumah warga memasang lampu pelita sesuai hitungan malam likuran.

Baca juga: Cara Daftar Mudik Gratis PELNI untuk Rute Jakarta-Batam, Siapkan KTP dan Kartu Keluarga

2 dari 3 halaman

Tidak hanya itu, di sepanjang jalan utama, warga juga menghidupkan pelita yang terbuat dari kaleng atau bambu.

Pemerhati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardi mengatakan, tradisi Likuran masih lestari di wilayah Ibu Kota Daik hingga seluruh wilayah Kabupaten Lingga.

Festival lampu colok di Karimun saat malam Tujuh Likur di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri.
Festival lampu colok di Karimun saat malam Tujuh Likur di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepri. (TribunBatam.id/Yeni Hartati)

Tradisi Lingga, menurut Lazuardi, tidak menyurutkan minat masyarakat untuk mempertahankannya.

Lazuardi menuturkan, tradisi Lingga sangat ditunggu oleh masyarakat.

Terlebih lagi buat para warga akan pulang dari perantauan, karena hanya bisa dijumpai satu kali dalam setahun.

Baca juga: Rekomendasi Tiket Pesawat Murah Batam-Medan, Bisa Dipesan untuk Mudik Lebaran 2023

Pria yang juga bekerja di Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga juga mengatakan, bahwa tradisi Likuran dan pintu gerbang sudah masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Lingga sejak 2019 lalu.

Bagi warga, malam Tujuh Likur selalu dikaitkan dengan malam Lailatul Qadar.

"Malam Tujuh Liko yang terdapat pada malam 27 Ramadan ini selalu dikaitkan dengan malam Lailatul Qadar yang terdapat pada malam ganjil, di mana malam itu lebih baik dari seribu bulan. Makanya dari awal malam 21 Ramadhan masyarakat Lingga sudah memasangkan lampu penerangan," kata Lazuardy kepada TribunBatam.id, Kamis (6/4/2023).

Potret warga di RT 03/RW 04 Kampung Suak Rasau, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri saat membuat pintu gerbang untuk menyambut tradisi likuran
Potret warga di RT 03/RW 04 Kampung Suak Rasau, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri saat membuat pintu gerbang untuk menyambut tradisi likuran (TRIBUNBATAM.id/FEBRIYUANDA)

Lazuardi menjelaskan, peringatan malam tujuh likur ini juga mengingatka bahwa sebelumnya umat Islam berada pada zaman kegelapan atau malam kebodohan hingga sampai kepada zaman yang terang benderang yang penuh dengan kemajuan.

"Tujuh Likur ini juga yang dimulai pada tahun 80-an, mereka mempererat silaturahim, berkunjung, berbagi rezeki, hingga merayakan berbuka bersama," ucapnya.

Baca juga: Citilink Tawarkan Tiket Pesawat Murah Jakarta-Batam, Mudik Lebaran Jadi Lebih Hemat

3 dari 3 halaman

Dulu pada masa 70-an, dia menceritakan, masyarakat Melayu Lingga memanfaatkan bahah-bahan bekas atau seadanya untuk membuat pintu gerbang.

Namun sekarang, sudah ada pakai triplek, terpal, maupun lampu penerangan dari listrik yang biasanya hanya dibuat dengan lampu minyak tanah atau pelita.

"Semoga sampai kapanpun tradisi yang ada ini tetap lestari oleh generasi ke generasi," tutupnya.

Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id dengan judul Ramadan di Lingga, Mengenal Tradisi Likuran di Tanah Melayu.

Selanjutnya
Sumber: Tribun Batam
Tags:
BatamLinggaRamadhan Haleem Pisang Asar Kue Cornflakes Sarang Laba-Laba Es Potong Es Cincau
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved