TRIBUNTRAVEL.COM - Jepang dianggap sebagai satu negara teraman secara global dan Tokyo sebagai satu kota teraman.
Meski aman, kamu harus tetap waspada saat liburan ke Jepang, terutama saat mengunjungi wilayah pedesaan, lautan dan hutan.
Jepang dikenal memiliki sejumlah hewan mematikan.
Dilansir TribunTravel dari laman gaijinpot, berikut 8 hewan mematikan yang hidup di Jepang.
1. Beruang

Baca juga: Toilet di Hakone Jepang Dipasangi Logo Dilarang Memancing, Apa Maksudnya?
Mamalia liar terbesar di Jepang hadir dalam dua warna: beruang cokelat Ussuri (atau Ezo) dan beruang hitam Asia.
Berasal dari Hokkaido, beruang coklat Ussuri dianggap sebagai yang paling ganas.
Spesies beruang ini ( kuma dalam bahasa Jepang) bertanggung jawab atas serangan beruang paling mematikan dalam sejarah Jepang, insiden beruang cokelat Sankebetsu tahun 1915, di mana tujuh orang terbunuh.
Ukuran dan kekuatan yang besar membuat mereka menjadi lawan yang mematikan.
Sementara itu beruang hitam Asia cenderung tinggal di daerah pegunungan Honshu dan Shikoku.
Meski termasuk jarang, namun serangan beruang hitam Asia kini mulai mengancam.
Pasokan makanan yang kian langka memaksa hewan besar ini memasuki wilayah penduduk.
Pertemuan antara penduduk desa dan beruang meningkat, terutama pada bulan-bulan sebelum hibernasi.
Ini yang harus kamu lakukan saat bertemu beruang
- Bunyikan suara keras
- Jika beruang melihatmu, coba mundur secara perlahan
- Jika diserang, jatuh ke tanah dan lindungi kepala serta leher.
Yang tidak boleh dilakukan saat bertemu beruang adalah lari.
Lari justru akan membuat beruang mengejarmu.
2. Babi Hutan

Baca juga: Serunya Liburan ke Asia Heritage Pekanbaru, Wisata Hits dengan Nuansa Ala Korea dan Jepang
Inoshishi ( babi hutan Jepang) mungkin tampak tidak berbahaya, namun seranganya dapat menyebabkan luka parah.
Hewan ini dapat ditemukan di semua daerah perbukitan di Jepang kecuali Hokkaido.
Jika bertemu dengan babi hutan, usahan bergerak perlahan dan membuat tubuh lebih tinggi.
Jangan pernah mendekati atau memprovokasi babi hutan.
Atau jangan pernah berlari karena babi hutan akan mengejarmu.
3. Ikan Buntal

Baca juga: Disajikan saat Tahun Baru, Camilan Khas Jepang Ini Justru Dikenal Mematikan
Fugu , atau ikan buntal, memang tidak akan membunuhmu hanya dengan durinya.
Ikan buntal secara teknis hanya mematikan saat dimakan.
Fugu sering ditemukan di restoran sushi dan dianggap sebagai makanan lezat di beberapa daerah di Jepang, seperti Fukui's Obama.
Dengan tubuh mereka yang mengandung racun tetrodotoxin yang melumpuhkan, seorang koki terlatih dengan pengalaman bertahun-tahun harus memotong ikan dengan tepat untuk menghindari kematian.
Sayangnya, tingkat kelulusan untuk menjadi koki fugu adalah sekitar 50% , jadi disarankan memilih restoran yang berserfitikasi jika ingin mencobanya.
Jika diiris secara tidak benar dan dimakan, tubuh menjadi lumpuh, menyebabkan sesak napas dan akhirnya kematian.
Mengerikannya, belum ada penawar untuk racun ini.
4. Ubur-ubur Kotak Viper

Baca juga: 7 Pasar Loak Terbaik di Tokyo, Tempat Berburu Suvenir Mewah tapi Murah di Jepang
Siapa pun yang berani memasuki laut Jepang selama musim ubur-ubur mungkin akan mendapat kejutan yang tidak menyenangkan antara bulan Juli dan September.
Habu - kurage (ubur-ubur kotak ular viper) adalah spesies laut mematikan yang hidup di perairan Okinawa.
Tentakel mereka penuh dengan sengatan seperti tombak, jadi jika senjata yang menjuntai ini menggores kakimu, rasa sakitnya akan menusuk sampai ke tulang.
Rasa sakit dari tentakel ubur-ubur kotak ular viper dapat menyebabkan beberapa serangan mematikan, mulai dari tenggelam, syok dan serangan jantung.
Saat terkena serangan, jangan panik atau menggosok area infeksi.
Segera hubungi penjaga pantai atau 118.
Untuk pertolongan pertama, oleskan cuka pada luka( hanya berlaku untuk ubur-ubur kotak ular viper).
5. Ular

Baca juga: Jepang Masih Berlakukan Pembatasan Masuk yang Ketat untuk Turis Asing hingga Akhir Februari
Ada banyak hebi, atau ular, di Jepang yang harus kamu hindari.
Yang paling berbahaya ada habu Okinawa (pita berbintik kuning), yamakagashi (punggung harimau), dan mamushi (pita viper).
Racun habu Okinawa bersifat hemotoksik , artinya ia meresap ke dalam aliran darah korban, menghancurkan sel dan jaringan di sepanjang jalurnya.
Seperti yang dapat Anda bayangkan, ini tidak menyenangkan bagi 50 orang per tahun yang digigit.
Meskipun ada penawarnya, gigitannya masih bisa menyebabkan kerusakan permanen.
Yamakagashi yang sama berbisanya ditemukan di sebagian besar tempat hangat di Jepang.
Dibanding ular berbisa lainnya, Yamakagashi cenderung lebih pemalu.
Mamushi adalah yang paling umum dan mematikan dari ketiganya.
Ribuan orang digigit setiap tahun dengan tingkat kematian sekitar 1%.
Jika terkena gigitannya, jangan pernah panik atau mencoba menyedot racunnya.
Segera hubungi rumah sakit terdekat.
6. Lebah

Disebut suzumebachi, lebah jenis ini bertanggung jawab atas 30 hingga 50 kematian per tahun.
Meskipun "tidak berbahaya" dalam dosis kecil, sengat beracun sepanjang 6 milimeter menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan bahkan kematian jika korban disengat berulang kali.
Kemungkinan meningkat jika bertemu dengan kawanan suzumebachi.
Jika melihat sayap mereka yang seperti burung gereja meluncur di atas gunung atau melalui hutan saat mendaki, sebaiknya hindari.
7. Laba-laba Punggung Merah

Kumo ( laba - laba punggung merah) tidak cuma ada di ustralia.
laba - laba punggung merah dengan cepat menjadi spesies invasif di Jepang.
Untungnya, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan di Jepang.
Namun, jika digigit, kamu mungkin mengalami keringat berlebih, sakit kepala, dan nyeri otot.
Ada antivenom yang tersedia.
Jika terkena gigitannya, segera oleskan es ke bagian yang terkena dan cari bantuan medis.
8. Kutu

Sekilas serangga ini memang tidak mematikan, namun virus yang dibawanya patut diwaspadai.
Dalam bahasa Jepang, disebut sika-dani (kutu rusa).
Jenis kutu ini sering membawa virus berbahaya bagi manusia.
Beberapa virus yang pernah ditularkan dari kutu rusa adalah virus Yezo baru dan demam bercak Jepang , yang berakibat fatal jika tidak diobati.
Ambar Purwaningrum/TribunTravel