Breaking News:

Nasib Hotel Terapung Mewah Pertama Dunia di Korea Utara, Kini Diambang Kehancuran

Nasib hotel terapung pertama di dunia, dulu punya banyak fasilitas mewah namun kini terbengkalai di pelabuhan Korea Utara.

Museum Maritim Townsville via CNN Travel
Hotel terapung pertama di dunia dulunya merupakan resor bintang lima yang mengapung di atas Great Barrier Reef Australia. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Hotel terapung pertama di dunia dulunya merupakan resor bintang lima yang mengapung di atas Great Barrier Reef Australia.

Namun sayang, hotel tersebut berhenti beroperasi dan dibiarkan begitu saja di sebuah pelabuhan Korea Utara.

Lokasi hotel dapat dijangkau sekira 20 menit berkendara dari Zona Demiliterisasi, area yang memisahkan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Melansir laman CNN Travel, Minggu (15/1/2022), pelabuhan Korea Utara nampaknya menjadi perhentian terakhir hotel terapung dalam perjalanannya yang telah dimulai sejak lebih dari 30 tahun lalu.

Baca juga: 5 Bandara Terbengkalai, Ada yang Ditutup setelah Habiskan Dana Pembangunan Rp 16 T

Selama beroperasi, hotel terapung telah menempuh jarak hingga 10.000 mil dengan layanan helikopter dan santapan yang mewah.

Akan tetapi, hotel terapung dengan fasilitas kelas satu pada zamannya itu harus berakhir dengan tragedi.

Kini hotel terapung diambang kehancuran dengan masa depan yang penuh ketidakpastian.

Four Seasons Barrier Reef Resort, resmi dibuka untuk bisnis pada tanggal 9 Maret 1988.
Four Seasons Barrier Reef Resort, resmi dibuka untuk bisnis pada tanggal 9 Maret 1988. (Hyundai Asan Corporation via CNN Travel)

Sejarah Hotel Terapung

Hotel terapung ini merupakan gagasan dari Doug Tarca, seorang penyelam profesional dan pengusaha kelahiran Italia yang tinggal di Townsville, pantai timur laut Queensland, Australia.

"Dia sangat mencintai dan menghargai Great Barrier Reef," kata Robert de Jong, kurator di Museum Maritim Townsville.

2 dari 4 halaman

Pada tahun 1983, Tarca memulai sebuah perusahaan, Reef Link, untuk mengangkut turis dari Townsville ke Great Barrier Reef di lepas pantai.

Tapi kemudian dia berkata, "Tunggu. Bagaimana dengan membiarkan orang tinggal di karang semalaman?"

Awalnya, Tarca berpikir untuk menambatkan kapal pesiar tua secara permanen ke karang, tetapi menyadari akan lebih murah dan lebih ramah lingkungan untuk merancang dan membangun hotel terapung.

Konstruksi dimulai pada 1986 di galangan kapal Bethlehem Singapura, anak perusahaan dari perusahaan baja besar Amerika Serikat yang sekarang sudah tidak beroperasi.

Hotel ini menelan biaya sekitar 45 juta USD kala itu (lebih dari 100 juta USD saat ini).

Baca juga: Misteri Landasan Pacu Bandara yang Bisa Bernyanyi, Kini Dibiarkan Terbengkalai

Kemudian, hotel diangkut dengan kapal angkat berat ke John Brewer Reef, lokasi yang dipilih di area Taman Laut Great Barrier Reef.

"Ini adalah karang berbentuk tapal kuda, dengan perairan tenang di tengahnya, sangat ideal untuk hotel terapung," kata de Jong.

Hotel diberi penyangga dasar laut dengan tujuh jangkar besar, diposisikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak terumbu karang.

Tidak ada limbah yang dipompa ke laut, air disirkulasikan kembali dan sampah apa pun dibawa ke lokasi daratan.

Dinamakan Four Seasons Barrier Reef Resort, hotel secara resmi dibuka untuk bisnis pada tanggal 9 Maret 1988.

3 dari 4 halaman

"Itu adalah hotel bintang lima dan tidak murah," kata de Jong.

"Itu memiliki 176 kamar dan dapat menampung 350 tamu. Ada klub malam, dua restoran, lab penelitian, perpustakaan, dan toko tempat Anda bisa membeli perlengkapan menyelam. Bahkan ada lapangan tenis, meskipun saya pikir sebagian besar bola tenis mungkin berakhir di Pasifik," imbuhnya.

Untuk mencapai hotel diperlukan perjalanan dua jam dengan kapal cepat, atau naik helikopter.

Inovasi tersebut menciptakan tren yang cukup besar pada awalnya dan Four Seasons Barrier Reef Resort langsung menjadi impian bagi para penyelam.

Hotel tidak dapat mengatasi cuaca buruk dengan baik, dengan para tamu sering kali terjebak tak bisa kembali ke daratan.
Hotel tidak dapat mengatasi cuaca buruk dengan baik, dengan para tamu sering kali terjebak tak bisa kembali ke daratan. (Museum Maritim Townsville via CNN Travel)

Bahkan para tamu yang bukan penyelam juga dapat menikmati pemandangan terumbu karang yang luar biasa, berkat kapal selam khusus yang disebut The Yellow Submarine.

Namun, segera terlihat bahwa dampak cuaca buruk pada tamu telah diremehkan kala itu.

"Jika cuaca buruk dan tamu harus kembali ke kota untuk mengejar pesawat, helikopter tidak dapat terbang dan kapal tidak dapat berlayar, sehingga menyebabkan banyak ketidaknyamanan," ucap de Jong.

Menariknya, staf hotel tinggal di lantai paling atas, lokasi yang paling tidak diinginkan karena ayunan gelombang sangat terasa.

Menurut de Jong, staf menggunakan botol wiski kosong yang digantung di langit-langit untuk mengukur keganasan gelombang laut.

Ketika mulai bergoyang di luar kendali, mereka tahu banyak tamu akan mabuk laut.

Baca juga: Kisah Gereja Kuno Terbengkalai yang Kembali Ramai Dikunjungi Gara-gara Patung Hantu

4 dari 4 halaman

"Itu mungkin salah satu alasan mengapa hotel ini tidak pernah benar-benar sukses secara komersial," ujarnya.

Ada masalah lain mengintai, yakni angin topan yang menghantam struktur hanya satu minggu sebelum pembukaan.

Angin tersebut merusak kolam air tawar yang merupakan bagian dari fasilitas hotel.

Sebuah tempat pembuangan amunisi Perang Dunia II ditemukan dua mil dari hotel, membuat beberapa tamu ketakutan.

Selain itu, tidak banyak pula aktivitas menraik yang bisa dilakukan selain menyelam atau snorkeling.

Setelah hanya satu tahun beroperasi, Four Seasons Barrier Reef Resort menjadi terlalu mahal untuk dijalankan.

Nahas, hotel harus ditutup tanpa pernah mencapai tingkat hunian penuh.

"Itu menghilang dengan sangat tenang. Dan itu dijual ke sebuah perusahaan di Kota Ho Chi Minh di Vietnam, yang ingin menarik wisatawan," ucap De Jong.

Perjalanan Hotel Terapung Berlanjut

Pada tahun 1989 hotel terapung memulai perjalanan keduanya, kali ini 3.400 mil ke utara.

Berganti nama menjadi Saigon Hotel, namun lebih dikenal sebagai "The Floater", hotel ini tetap tertambat di Sungai Saigon selama hampir satu dekade.

"Itu menjadi sangat sukses, dan saya pikir alasannya adalah karena itu tidak di antah berantah tetapi di tepi laut. Hotel itu mengambang, tetapi terhubung ke daratan," tutur de Jong.

Namun, pada tahun 1998, The Floater kehabisan tenaga dan ditutup.

Alih-alih dibongkar, hotel justru dibeli oleh Korea Utara untuk menarik wisatawan ke Gunung Kumgang, daerah yang indah di dekat perbatasan dengan Korea Selatan.

"Saat itu, Korea Utara dan Korea Selatan sedang mencoba 'membangun jembatan', mereka berbicara satu sama lain. Tetapi banyak hotel di Korea Utara tidak benar-benar ramah turis," ungkap de Jong.

Baca juga: Deretan Bangunan Bekas Olimpiade yang Terbengkalai, Termasuk Wisma Olimpiade Hitler

Setelah perjalanan sejauh 2.800 mil, hotel terapung ini siap untuk petualangan ketiganya, dengan nama baru Hotel Haegumgang.

Dibuka pada Oktober 2000, hotel dikelola oleh perusahaan Korea Selatan, Hyundai Asan, yang juga mengoperasikan fasilitas lain di area tersebut dan menawarkan paket untuk turis Korea Selatan.

Selama bertahun-tahun, wilayah Gunung Kumgang telah menarik lebih dari 2 juta wisatawan, menurut juru bicara Hyundai Asan Park Sung-uk.

"Tur Gunung Kumgang juga meningkatkan rekonsiliasi antar-Korea dan menjadi titik penting untuk pertukaran antar-Korea, sebagai pusat reuni keluarga yang terpisah untuk menyembuhkan kesedihan dari perpecahan nasional," katanya.

Sebuah Tragedi

Pada tahun 2008, seorang tentara Korea Utara menembak dan membunuh seorang wanita Korea Selatan berusia 53 tahun yang ke luar batas kawasan wisata Gunung Kumgang dan masuk ke zona militer.

Akibatnya, Hyundai Asan menangguhkan semua tur, dan Hotel Haegumgang ditutup bersama dengan fasilitas lainnya.

Tidak diketahui apakah hotel tersebut telah beroperasi sejak tragedi itu, nemun tentu saja tidak diperuntukkan bagi turis dari Korea Selatan.

"Informasinya samar, tapi saya yakin hotel itu hanya beroperasi untuk anggota partai penguasa Korea Utara," kata de Jong.

Di Google Maps, hotel terapung masih terlihat tertambat di dermaga kawasan Gunung Kumgang dan tampak sudah berkarat.

Pada 2019, pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un mengunjungi kawasan wisata Gunung Kumgang dan mengkritik banyak fasilitas, termasuk Hotel Haegumgang, lantaran tampak kumuh.

Dia memerintahkan pembongkaran besar-besaran sebagai bagian dari rencana untuk mendesain ulang daerah tersebut dengan gaya yang lebih sesuai dengan budaya Korea Utara.

Namun kemudian, pandemi terjadi dan semua rencana ditunda.

Tidak jelas apakah rencana untuk menghancurkan semuanya akan dilakukan dalam waktu dekat, atau tidak sama sekali.

Meski diambang kehancuran, warisan kejayaan hotel terapung akan tetap masih utuh.

Di masa sekarang memang sudah banyak hotel terapung, namun dalam wujub kapal pesiar.

"Lautan penuh dengan hotel terapung. Mereka hanya disebut kapal pesiar," kata de Jong.

Baca juga: Terekam Google Maps, Pulau Terbengkalai Ini Menyimpan Masa Lalu yang Mengerikan

Baca juga: Bangunan Terbengkalai Secara Misterius Muncul di Pantai, Bikin Penasaran Wisatawan Pecinta Adrenalin

(TribunTravel.com/Mym)

Baca selengkapnya soal artikel viral di sini.

Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
Korea Utarahotelturis
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved