TRIBUNTRAVEL.COM - Umat Islam sebentar lagi akan menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah pada 19 Agustus 2020.
Tahun Baru Hijriah tersebut ditandai dengan datangnya 1 Muharram yang bertepatan dengan Satu Suro atau Satu Sura.
Bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat Muslim, datangnya Tahun Baru Islam dirayakan dengan berbagai macam tradisi.
Satu di antara tradisi yang unik Tahun Baru Hijriah digelar oleh Keraton Kasunanan Surakarta.
Tradisi tersebut adalah tradisi Kirab Pusaka Malam Satu Suro yang diawali dengan Kirab Kebo Bule.
• 8 Tradisi Unik Menyambut Tahun Baru Islam, Ada Mubeng Beteng Hingga Kirab Kebo Bule
Hal istimewa dari kirab ini adalah iring-iringan kirab diawali oleh barisan kerbau bule.
Kebo bule tersebut dijadikan sebagai cucuk lampah atau pembuka iringan.
Seluruh anggota keluarga dan bagian keraton terlibat dalam tradisi Malam Satu Suro.
Mulai dari para pangeran dan keluarga raja, hingga ribuan abdi dalem.
Mereka menyiapkan segala ubo rampe atau keperluan kirab, mulai dari ubi-ubian, kopi, buah-buahan, nasi, air kembang, ayam, juga membakar kemenyan dan dupa di depan sesaji itu.
TONTON JUGA:
Abdi dalem keraton memakai busana adat Jawa berwarna hitam.
Mereka tak mengenakan alas kaki untuk menjalani kirab tersebut.
Namun, tahukah traveler mengapa kirab pusaka ini menggunakan kerbau bule atau kebo bule?
Sebab, menurut masyarakat Jawa kerbau merupakan bagian penting dalam tata cara adat masyarakat tradisional Jawa.
Kerbau memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan sehari-hari, seperti untuk alat transportasi juga membajak sawah.
Tak hanya itu, kerbau juga memiliki makna simbolis dari beberapa leluhur keluarga keraton.
“Untuk makna simbolis dari beberapa leluhur keluarga keraton itu misalnya Kebo Kenongo, Kebo Kanigoro, dan lainnya. Kerbau selalu dekat dengan budaya Jawa. Kalau di keraton itu ada wilujengan nagari mahesa lawung, dan lainnya,” ujar Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Dipo, dikutip dari Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Keraton Surakarta sendiri memiliki 17 ekor kebo bule, namun tidak semua kerbau akan mengikuti kirab.
Kerbau-kerbau tersebut merupakan keturunan Kyai Slamet, seekor kerbau albino (bule) pemberian Bupati Ponorogo kepada Sultan Pakubuwono II yang waktu itu masih memimpin di Kartasura.
Sejak pindah ke Surakarta (dikenal juga dengan Solo), Kyai Slamet menjadi hewan kesayangan Sultan.
Oleh karena itu, hewan ini dan keturunannya kemudian dianggap keramat dan memiliki keistimewaan sendiri di hati masyarakat Surakarta.
Pelaksanaan Kirab Kebo Bule ini dimulai dari halaman Keraton Solo.
Kerbau-kerbau diiringi pawangnya yang mengenakan pakaian putih, celana hitam, ikat kepala, samir, summing gajah ngoling berupa rangkaian bunga melati yang dipasang di atas telinga.
Pada halaman keraton, kerbau-kerbau yang dianggap keramat tersebut memakan sesaji hingga meminum kopi yang dihidangkan abdi dalem.
Usai memakan sesaji, rombongan kebo bule sebagai cucuk lampah atau pembuka kirab itu kemudian pergi.

Begitu para kerbau itu pergi, tanpa dikomando warga langsung merangsek maju untuk memperebutkan sisa sesaji kerbau keturunan Kyai Slamet.
Sesaji sisa kebo bule itu diyakini memiliki tuah atau berkat.
Salah seorang abdi dalem keraton asal Purwodadi bernama Kartini bercerita bahwa ia sangat gembira karena berhasil mendapatkan sisa sesaji kebo bule, yakni kinang atau sirih.
Baginya mendapatkan sisa sesaji kebo bule bagaikan sebuah anugerah.
"Jangan setengah-setengah, kalau yakin benar barang ini bisa menjadi berkah. Seperti mendapatkan keselamatan, kelancaran rezeki, sehat, dan umur panjang. Ini yang ngasih tadi keponakan sinuhun," tuturnya.
Meskipun telah mendapatkan kinang, ia sejatinya ingin sekali mendapatkan kotoran kebo bule keturunan Kyai Slamet itu.
Kotoran kebo bule diyakini memiliki tuah yang kuat.
"Apalagi kalau bisa dapat telek (kotoran kerbau). Kalau dapat, teleknya itu langsung dijemur biar kering, setelah itu disimpan. Nanti telek itu dibungkus kain mori," jelasnya.
Kirab kebo bule merupakan cucuk lampah atau pembuka kirab pusaka Malam Satu Suro.
Begitu kerbau berlalu, iringan pusaka pun keluar.
Barisan paling depan merupakan pusaka utama yang dibawa oleh para sentana dan abdi dalem.
Belasan pusaka yang dibawa para sentana dan abdi dalem itu dibungkus dengan kain berwana hitam lengkap dengan hiasan bunga melati.
Rute kirab pusaka itu diawali dari Keraton Kasunanan Surakarta menyusuri jalan-jalan utama kota Solo.
Pelaksanaan kirab Malam Satu Sura dilakukan berdasar penghitungan kalender Sinuhun Sultan Agung yang merupakan gabungan kalender Hijriah dan Saka.
• Mengenal Manten Sapi, Tradisi Unik Jelang Hari Raya Idul Adha di Pasuruan Jawa Timur
• Fakta Kelam di Balik Tradisi Panjat Pinang, Lomba Wajib di Perayaan Kemerdekaan Indonesia
• Fakta Tentang Tahun Baru Islam, Sistem Penanggalan Hingga Perayaan 1 Muharram di Berbagai Negara
• Resep Mudah Membuat Bubur Suro, Sajian Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H
• Selain Indonesia, Ada 4 Negara Lain yang Punya Tradisi Unik Sambut Tahun Baru Islam