TRIBUNTRAVEL.COM - Pernahkah traveler mendengar soal teknik kehutanan kuno berusia ratusan tahun dari Jepang, Daisugi?
Teknik kehutanan yang populer di Jepang ternyata bukan hanya bonsai saja, tetapi ada juga daisugi.
Daisugi adalah teknik kehutanan yang berusia berabad-abad yang dikembangkan di Jepang.
Teknik ini merupakan cara penanaman pohon Kitayama Cedar yang sangat unik karena benar-benar tanpa menggunakan lahan apa pun.
Sekarang teknik menanam yang cukup mencolok secara visual ini bisa disaksikan pada taman hias.
Kitayama Cedar adalah spesies pohon yang tumbuh sangat lurus dan tidak memiliki simpul.

Dalam dunia industri, angka permintaan pohon ini cukup tinggi.
Namun kurangnya lahan untuk menanam pohon cukup membuat penanaman pohon Kitayama menjadi mustahil.
Itulah sebabnya orang Jepang mengadaptasi teknik daisugi yang memungkinkan mereka menanam Kitayama cedar.
Daisugi merupakan teknik kuno yang berasal dari abad ke-14.
Mirip dengan seni bonsai yang terkenal di Jepang, daisugi pada dasarnya melibatkan pemangkasan dahan sehingga hanya tunas paling lurus yang boleh tumbuh.
Pemangkasan yang cermat dilakukan setiap beberapa tahun, hanya menyisakan dahan atas dan memastikan bahwa pucuknya bebas ikatan.
Setelah sekitar 20 tahun, pucuk pohon yang sudah tumbuh besar dapat dipanen sebagai kayu Kitayama yang luar biasa atau ditanami kembali.
Dua dekade mungkin tampak seperti waktu yang lama.
Tetapi pohon yang ditanam dengan teknik daisugi sebenarnya tumbuh lebih cepat dibandingkan pohon yang ditanam di tanah.
Tidak hanya itu, teknik kehutanan yang cerdik ini juga menghasilkan kayu Kitayama yang 140 persen lebih fleksibel dari kayu cedar biasa dan 200 persen lebih padat dan kuat.
Dikutip TribunTravel dari laman Odditycentral.com, Kamis (6/8/2020), daisugi dikembangkan pada abad ke-14, pada masa Sukiya-zukuri, sebuah tren gaya arsitektur yang bercirikan penggunaan bahan-bahan alami, khususnya kayu.
Batang kayu Kitayama yang lurus dan tidak berserat digunakan sebagai pilar di rumah-rumah bergaya Sukiya-zukuri.
Tetapi, pada masa itu tidak ada cukup lahan untuk menanam pohon Kitayama untuk memenuhi tingginya permintaan, maka lahirlah daisugi.
Postingan pengguna Twitter Wrath of Gnon tentang teknik kehutanan Jepang kuno ini pun menjadi viral baru-baru ini.
Dalam postingannya, ia mengatakan satu pohon Kitayama dapat mendukung lusinan tunas lurus sekaligus, dan dapat digunakan hingga 200-300 tahun, sebelum menjadi usang.
“Pohon induk” ini masih bisa ditemukan di daerah tertentu di Jepang dan beberapa diantaranya memiliki batang dengan diameter sekitar 15 meter.
Permintaan pohon Kitayama mereda pada abad ke-16, sehingga popularitas daisugi sebagai teknik kehutanan juga menurun.
Namun, karena efek visualnya yang mencolok, daisugi masih dapat disaksikan pada taman hias di seluruh Jepang.
• Liburan ke Lawang Sewu, Bisa Foto Pakai Baju Tradisional Jawa, Jepang dan Belanda
• Indonesia Tidak Masuk Daftar Destinasi Wisata Aman Covid-19 yang Dirancang Pemerintah Jepang
• Kenapa Orang Jepang Lebih Suka Mandi Satu Kali Sehari pada Waktu Malam?
• Hotel di Jepang Tawarkan Konsep Rumah Samurai, Pengunjung Bisa Lihat Pedang hingga Baju Besi
TribunTravel.com/rizkytyas