TRIBUNTRAVEL.COM - Hari Raya Nyepi dirayakan umat Hindu di Bali dengan beragam tradisi.
Salah satunya dengan membuat ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh merupakan seni patung yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala dalam kebudayaan Bali.
Mengutip dari Tribun Bali, para pemuda Bali sedang mempersiapkan ogoh-ogoh di banjar mereka masing-masing.
Ogoh-ogoh itulah yang nantinya akan diarak keliling desa saat hari pengerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi, yang tahun ini jatuh pada 25 Maret 2020.
Diolah dari berbagai sumber, berikut adalah lima fakta tentang ogoh-ogoh di Bali:
• Mengenal Mebuug-buugan, Tradisi Perang Lumpur di Perayaan Hari Raya Nyepi
1. Tak Berkaitan dengan Tawur Kesanga
Pengarakan ogoh-ogoh biasanya dilakukan usai digelarnya prosesi Tawur Kesanga atau ‘Nyomyang Bhuta’.
Ogoh-ogoh sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan perayaan Hari Raya Nyepi.
Artinya, meskipun pawai ogoh-ogoh ditiadakan, perayaan Hari Raya Nyepi tetap dapat berjalan.
Hanya saja, karena sudah dilakukan setiap tahun, banyak orang Bali yang merasa perayaan Hari Raya Nyepi kurang lengkap jika tidak diawali dengan pawai ogoh-ogoh.
2. Muncul Tahun 1980-an
Jika dilihat dari latar sejarah, ogoh-ogoh pertama di Bali muncul sekitar tahun 1980-an.
Sejak saat itu, orang Hindu Bali mengusung ogoh-ogoh dengan cara mengelilingi desa dan bertujuan untuk mengusir bhuta kala atau aura jahat.
Jurnal Prabangkara (Jurnal Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar) yang mengutip buku Panduan Ogoh-ogoh oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar (2001) disebutkan, ogoh-ogoh merupakan tradisi baru yang berakar pada tradisi masa lalu.
Pawai ogoh-ogoh di Bali disebut-sebut sebagai puapan rasa suka-cita setelah Presiden Soeharto menetapkan hari Raya Nyepi sebagai Hari Libur Nasional sejak tahun 1983.
Sejak itu pula, Gubernur Bali Ida Bagus Mantra mengimbau masyarakat untuk membuat ogoh-ogoh dan diarak saat hari pengerupukan (sehari sebelum Nyepi).
Versi lain menyebutkan bahwa ogoh-ogoh telah dikenal sejak zaman Dalem Balingkang, yang saat itu dipakai ketika upacara Pitra Yadnya.
Lalu, ada pula yang berpendapat bahwa ogoh-ogoh terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di Desa Selat Karangasem.
3. Ajang Berekspresi
Pawai ogoh-ogoh saat malam pengerupukan di Bali telah menjadi wadah berekspresi, khususnya bagi para yowana di Bali.
Biasanya, mereka mengangkat kisah mitologis untuk kemudian dituangkan ke dalam wujud ogoh-ogoh.
Tak jarang juga mereka mengangkat tema sehari-hari yang kerap digunakan sebagai ekspresi kritik terhadap fenomena sosial.
Selain sebagai ajang berekspresi, pembuatan ogoh-ogoh di masing-masing banjar juga menjadi wujud kebersamaan; mulai dari proses pembuatan hingga pementasan saat malam pengerupukan.
4. Kampanye Ramah Lingkungan
Ogoh-ogoh di Bali dibuat menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, salah satunya bambu.
Sebelumnya banyak yang membuat ogoh-ogoh di Bali menggunakan styrofoam dan spons yang tidak ramah lingkungan.
Kedua bahan tersebut tidak dapat terurai oleh bakteri yang ada di dalam tanah.
Di Denpasar, sejak tahun 2015 hingga saat ini penggunaan stayrofom dan spons busa tidak lagi diperbolehkan karena berbahaya untuk kesehatan.
Sejak itu pula, ogoh-ogoh ramah lingkungan mulai gencar dikampanyekan.
5. Terus Berkembang
Ogoh-ogoh di Bali setiap tahunnya terus berkembang.
Tidak hanya wujud atau tema yang diangkat semakin beragam, tetapi juga dalam hal inovasi.
Belakangan, marak ogoh-ogoh yang dibuat menggunakan teknologi mekanik dengan konsep robotik.
Hal tersebut memungkinkan beberapa bagian dari ogoh-ogoh bisa bergerak layaknya robot.
Di beberapa daerah seperti Badung, Denpasar, dan Gianyar, tema ogoh-ogoh juga kerap ditampilkan dalam bentuk fragmen tari.
Sehingga, saat malam pengerupukan, masyarakat tidak hanya menyaksikan pawai ogoh-ogoh, tetapi sekaligus tarian yang mengiringinya.
LIHAT JUGA:
• Mengenal Mendak Tirta, Tradisi Umat Hindu di Boyolali Menjelang Hari Raya Nyepi
• Tawur Agung Kesanga Prambanan, Tradisi Jelang Perayaan Nyepi di Jogja
• 10 Kuliner Malam di Bali yang Bisa Dicicipi Saat Liburan Hari Raya Nyepi
• 5 Penginapan Murah di Bali untuk Liburan Hari Raya Nyepi, Tarif Mulai Rp 45 Ribuan
• 7 Kuliner Khas Bali untuk Hari Raya Nyepi, Ada Ketongkol hingga Nasi Tepeng
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul 5 Fakta Ogoh-ogoh di Bali, Sejarah Hingga Perkembangannya.