TRIBUNTRAVEL.COM - Masih beranggapan Jakarta itu kota yang padat?
Kamu akan berpikir ulang saat mengunjungi kota di Hong Kong ini.
Kota di Hong Kong ini menjadi satu yang terpadat di dunia.
Kota di Hong Kong ini tidak cuma padat, namun juga berbahaya.
• 20 Fakta Unik Turki, Punya Wilayah di Dua Benua hingga Asal Bunga Tulip
• Fakta Unik Nauru, Negara Terkaya di Dunia yang Kini Jatuh Miskin
TONTON JUGA
Kota di Hong Kong ini bahkan mendapat predikat sebagai surganya tempat persembunyian penjahat kelas dunia.
Dilansir TribunTravel.com dari laman unbelievable-facts.com, Kowloon Walled City terletak di Kowloon City, Hong Kong, dan terbentang seluas 6,4 hektar.
Pada puncaknya, diperkirakan ada 50.000 penduduk yang memberikan kepadatan penduduk hampir 120 kali lebih besar dari New York City.
Berikut fakta di balik kota terpadat di dunia ini.
1. Walled City pada awalnya merupakan benteng kecil yang dibangun selama dinasti Song (960-1279).
Kemudian tak tersentuh selama ratusan tahun dan diubah menjadi pos militer dengan tembok pertahanan.

Selama dinasti Qing (1644 sampai 1912), pihak berwenang ingin menggunakan benteng tersebut sebagai pos militer guna membantu memeriksa pengaruh Inggris.
Jadi, benteng tersebut diperbaiki pada tahun 1847 dengan penambahan dinding perlindungan.
Setelah dinasti Qing mengakhiri peraturannya, Inggris mengklaim kepemilikan Walled City namun tidak melakukan apapun.
Pada 1930-an, ada sekitar 400 penghuni liar yang tinggal di sana ketika pihak berwenang Hong Kong memindahkan mereka keluar dan menghancurkan bangunan.
2. Selama Perang Dunia II, daerah tersebut diduduki oleh pasukan Jepang.
Mereka membongkar dinding pertahanan dan menggunakan bahan tersebut untuk memperluas bandara terdekat.
Setelah Jepang menyerah pada 1945, orang mulai kembali ke Walled City.
Ada 2.000 penghuni liar yang tinggal di sana pada 1947.
Mereka termasuk pengungsi.

Banyak penghuni liar adalah pengungsi dari Perang Saudara China yang ingin melarikan diri dari daratan China.
Seiring pertumbuhan populasi di Walled City, pada 1948 Inggris mencoba mengusir para penghuni liar namun gagal.
Setelah itu, mereka menerapkan kebijakan "hands-off" menuju Walled City.
Tanpa peraturan, kesehatan, dan keselamatan di kota, beberapa bisnis, seperti produsen makanan, mulai bergerak untuk memanfaatkan lemahnya peraturan di kota itu.
3. Seiring pertumbuhan populasi kota, orang terus membangun di atas struktur yang ada.
Kota ini akhirnya memiliki 300 bangunan bertingkat tanpa bantuan arsitek .
Dalam sekejab, kota ini menjadi begitu padat, sampai-sampai sinar matahari tidak bisa mencapai bangunan yang lebih rendah.

Di tingkat bawah, kondisinya sangat gelap dan hanya ada lampu neon yang selalu menyala.
Orang-orang akan membawa payung saat menggunakan gang karena ada banyak pipa-pipa yang dibuat sembarang.
Banyak diantaranya bahkan sudah bocor, sehingga air di dalamnya sering menetes keluar.
Sebagian besar apartemen di kota ini tidak memiliki jendela atau akses ke udara segar karena mereka tertutup di tengah bangunan.
Untuk melewati tempat mereka harus berjalan di atas bangunan tanpa menyentuh tanah.
4. Beberapa penduduk yang tinggal di tingkat atas menganggap atap sebagai tempat perlindungan, karena merupakan satu-satunya pelarian dari klaustrofobia.

Atap sering digunakan untuk berolahraga dan sebagai taman bermain.
Namun atap rumah juga bisa berbahaya, karena ada celah kecil di antara bangunan-bangunan itu.
Selain itu, karena kurangnya pengumpulan sampah, beberapa warga membawa barang-barang sampah mereka ke atap.
Akibatnya, banyak atap rumah penuh dengan kasur yang dilepas, perabotan rusak, dan peralatan rumah tangga.
5. Mulai 1950-an saat populasi tumbuh dan pihak berwenang menjaga jarak, Kota Walled menjadi tempat berlindung bagi kejahatan.
Kota ini dikendalikan oleh Triad dan merupakan rumah bagi banyak sarang pelacuran, opium, dan judi.

Kejahatan di kota ini sangat buruk.
Polisi bahkan hanya bisa menutup mata terhadap kejahatan yang terjadi di sana.
Namun semuanya berubah pada 1970an.
6. Pada 1973-74, polisi melakukan lebih dari 3.500 serangan di Walled City dan menyita lebih dari 4.000 pon obat-obatan terlarang.

Pada 1970-an, ada kampanye anti-korupsi yang menyingkirkan unsur-unsur kriminal di dalam kepolisian dan melemahkan Triad.
Setelah itu, polisi melancarkan serangkaian serangan besar-besaran dan menangkap lebih dari 2.500 orang.
Sebagian besar penduduk kota mendukung polisi, dan penggerebekan terus berlanjut selama bertahun-tahun dan membuat dampak yang signifikan.
Pada 1983, polisi mengumumkan bahwa tingkat kejahatan di Walled City terkendali.
7. Meskipun tingkat kejahatan tinggi di kota, kebanyakan penduduk adalah warga biasa yang taat hukum.
Banyak dari mereka mencoba memperbaiki kehidupan di Walled City.

Ada berbagai bisnis dan institusi yang sah di kota ini.
Menariknya, banyak dari mereka harus berbagi ruang.
Misalnya, ada sekolah dan salon rambut yang diubah menjadi klub strip dan ruang perjudian di malam hari.
Satu cara warga bekerja sama memperbaiki kota adalah dengan menciptakan sistem air.
Mereka bekerja sama menggali sumur dan membangun ribuan pipa yang melintang melewati bangunan.
Triad juga bekerja dengan penduduk dan bertindak sebagai dewan kota karena mereka menyelesaikan perselisihan antar bisnis, menyelenggarakan sistem pembuangan sampah, dan menciptakan pemadam kebakaran sukarela.
8. Pada 1980an, pemerintah Inggris dan China menginginkan kota tersebut dibongkar.
Jadi, mereka memberi kompensasi sebesar 350 juta dolar kepada penduduk dan bisnis dan menendang mereka keluar dari kota.

Pihak berwenang mengatakan mereka peduli dengan kualitas hidup di kota, terutama kondisi sanitasi yang buruk.
Jadi, pada 1987, mereka mengumumkan rencana untuk menghancurkan kota.
Beberapa warga tidak puas dengan kompensasi dan terpaksa diusir secara paksa.
Setelah warga menemukan rumah baru, banyak dari mereka menganggap pengalaman tinggal di Walled City sebagai waktu yang membahagiakan.
9. Pada 1993, kota tersebut dirubuhkan dan diubah menjadi taman.

Sekarang disebut Kowloon Walled City Park, dan populer di kalangan turis serta pengamat burung.
TribunTravel/Ambar Purwaningrum