TRIBUNTRAVEL.COM - Hari Raya Galungan di Bali dirayakan mulai besok, Kamis (25/7/2019).
Galungan akan berlangsung selama 10 hari, dan pada hari terakhir merupakan perayaan Hari Raya Kuningan yang jatuh pada Sabtu (3/8/2019).
Tak seperti perayaan Nyepi, saat Galungan dan Kuningan, wisatawan di Bali bebas berkeliaran di pulau tersebut.
Namun, wisatawan diwajibkan menjaga sopan santun selama perayaan Galungan dan Kuningan berlangsung.
Jika traveler berkesempatan liburan ke Bali saat perayaan Galungan dan Kuningan, ada beberapa tradisi yang bisa dilihat secara langsung.
Berikut tujuh tradisi yang dilakukan umat Hindu di Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan:
1. Memasang penjor

Mengutip dari Bali Spirit, Hari Raya Galungan dan Kuningan biasanya ditandai dengan adanya penjor atau janur kuning yang dipasang di sepanjang jalan.
Penjor biasanya terbuat dari batang bambu yang dihiasi dengan daun kelapa, padi, dan kotak khusus untuk sesaji yang disebut canang.
Diwartakan Tribun Bali, penjor merupakan lambang Bhatara Mahadewa yang beristana di Gunung Agung atau Bhatara Siwa.
Penjor-penjor tersebut ditancapkan di depan pintu masuk saat Penampahan sore agar saat Galungan masih dalam keadaan segar.
2. Memotong babi

Sehari sebelum Hari Raya Galungan, umat Hindu akan merayakan Penampahan.
Pada saat Penampahan, umat Bali akan menyembelih babi sebagai wujud syukur.
Menurut Wakil Ketua PDHI Bali Pinandita Ketuk Pasek Swastika, memotong babi saat Penampahan bermakna untuk mengalahkan sad ripu atau enam sifat manusia, seperti dilansir dari Tribun Bali.
Daging babi tersebut tidak dinikmati, namun juga dihaturkan kepada Tuhan karena semuanya itu ciptaan-Nya.
"Memotong babi wajib saat Penampahan kalau terkait dengan Galungan," tambah Pinandita.
3. Tradisi Ngejot

Ngejot berarti memberi atau berbagi pada orang lain.
Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Galungan sampai pada saat Galungan berlangsung.
Dilansir dari Tribun Bali, biasanya yang dibagikan berupa buah, jajan, maupun olahan daging saat Penampahan.
Tradisi ini bertujuan untuk semakin mempererat persaudaraan.
4. Tradisi Ngurek

Ngurek berasal dari kata 'urek' yang dalam bahasa Indonesia berarti melubangi atau menusuk.
Dalam tradisi Ngurek, biasanya akan ada beberapa orang yang berada dalam kondisi kerasukan.
Saat itu, mereka akan menggunakan senjata tajam untuk melukai diri.
Salah satu senjata tajam yang digunakan adalah keris suci yang disebut luk kesiman.
Tradisi Ngurek biasanya dilakukan saat upacara Pengerebongan di Pura Petilan, Desa Kesiman, Denpasar.
Tradisi ini dipercaya sebagai wujud pengabdian terhadap Tuhan.
5. Ngelawang Barong

Jika orang dewasa melakukan tradisi Ngurek, anak-anak akan melakukan tradisi Ngelawang Barong.
Ngelawang berasal dari kata 'lawang' yang berarti pintu.
Dalam tradisi ini, anak-anak akan mengarak barong dari satu rumah ke rumah lain dengan diiringi suara gamelan.
Umat Hindu di Bali percaya, barong merupakan perwujudan dari Sang Banas Pati Raja yang melindungi manusia dari marabahaya.
6. Perang Jempana

Mengutip dari Kompas.com, di Desa Timrah, Kabupaten Klungkung, terdapat tradisi Perang Jempana.
Jempana atau tandu yang membawa usungan sesajen dan simbol dari dewata diarak ke pura untuk didoakan.
Keseruan terjadi di jalanan, ketika para pengarak jempana saling beradu.
Mereka larut dalam suasana trance dengan iringan gamelan yang mengentak.
7. Tradisi Motekan

Tradisi Motekan atau Mekotek dilakukan umat Hindu di Desa Menggu, Mengwi, Denpasar.
Dalam tradisi ini, orang-orang akan beradu tongkat setinggi tiga meter.
Mengutip dari Kompas.com, adu tongkat tersebut diiringi gamelan baleganjur yang dinamis sehingga menambah keseruan Motekan.
(TribunTravel.com/Sinta Agustina)
LIHAT JUGA VIDEO BERIKUT: