TRIBUNTRAVEL.COM - Kawasan wisata Dieng tak pernah sepi pengunjung saat libur panjang, termasuk saat musim libur Lebaran.
Puluhan hingga seratusan ribu wisatawan memadati daerah berjuluk negeri di atas awan saat puncak keramaian.
Masalahnya, kepadatan pengunjung itu masih didominasi oleh wisatawan lokal atau dalam negeri.
Adapun jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Dieng saat libur lebaran masih amat sedikit.
Data yang dihimpun ingga H+4 Idul Fitri lalu saja, hanya ada 33 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Dieng.
Jumlah ini jauh tak sebanding dengan kunjungan wisatawan dalam negeri di periode sama sebanyak 68.765 orang.
Minimnya kunjungan wisatawan asing di Dieng ini tentunya menjadi sebuah ironi.
Sebagai satu di antara Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Jawa Tengah selain Karimunjawa, Sangiran, dan Candi Borobudur, Dieng mestinya bukan hanya jadi magnet bagi wisatawan lokal, namun juga bisa menarik turis asing untuk datang.
Bukan pesona Dieng yang kurang sehingga tak mampu menarik wisatawan mancanegara.
Keindahan panorama pegunungan Dieng tak lagi terbantahkan. Kebudayaannya yang khas berbalut nilai histori yang tinggi cukup membuat warga asing terpana.
Buktinya, dari data Kementerian Pariwisata, Dieng pernah mengalami puncak kejayaannya di tahun 1990 an.
Pada tahun 1990 misalnya, kunjungan wisatawan asing ke Dieng mencapai 42987 orang.
Hingga tahun 1997, kunjungan turis asing ke Dieng masih di atas 20 ribu orang meski cenderung menurun setiap tahunnya.
Mulai tahun 1998, kunjungan turis asing ke Dieng turun drastis, hanya di angka sekitar 10 sampai 11 ribuan orang.
Praktisi Pariwisata dari Kementerian Pariwisata Ary Basoeki menyebut, kondisi tersebut dipengaruhi antara lain oleh krisis sosial ekonomi dan politik Indonesia pada tahun 1997-1998.
Rendahnya kunjungan wisatawan Dieng juga turut dipengaruhi penurunan kualitas objek wisata dan lingkungan.
Tingginya kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian memperparah keadaan karena memicu kerusakan struktur tanah di dataran tinggi Dieng.
Degradasi lingkungan ini tak ayal mengakibatkan rusaknya objek atraksi ekowisata Dieng.
Belum selesai dengan persoalan tersebut, Dieng belakangan ini menjadi sorotan pemerhati lingkungan hingga masyarakat internasional.
Gara-garanya, satu di antara objek andalan Dieng, Kawah Sikidang, menawarkan aksi peragaan burung hantu di siang hari. Tentu saja, atraksi satwa ini menuai kecaman banyak pihak.
Burung hantu yang lebih banyak aktif di malam hari, dipaksa terjaga di siang hari untuk objek foto pengunjung. Tujuannya apalagi jika bukan ekonomi.
Bagi sebagian orang, memaksa burung hantu beraktifitas di siang hari tak beda dengan penyiksaan terhadap binatang.
Peragaan burung hantu di objek wisata vital Dieng ini ternyata membawa konsekuensi tersendiri bagi industri pariwisata Dieng.
Wisatawan, terutama wisatawan asing yang peduli terhadap lingkungan dan kelestarian satwa bisa jadi murka hingga malas berkunjung ke Dieng.
Kecaman terhadap aksi peragaan burung hantu di kawah Sikidang sepertinya bukan isapan jempol.
Menurut Kepala UPT Dieng Banjarnegara Aryadi Darwanto, bahkan ada negara luar yang sampai mengambil tindakan blacklist terhadap objek wisata Kawah Sikidang.
"Karena ada burung hantu buat foto-foto siang hari," katanya.
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara bukannya tinggal diam atas persoalan ini.
Aryadi mengatakan, Pemkab telah melarang aktifitas peragaan burung hantu di kawah Sikidang pada siang hari.
Tak hanya Pemkab, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) juga sudah turun tangan untuk menghentikan eksploitasi burung hantu di objek wisata Dieng.
"Pemkab sudah melarang. BKSDA sudah kasih peringatan, buat banner," katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Atraksi Burung Hantu di Kawasan Dieng Jadi Satu dari Sekian Penyebab Minimnya Wisman