Laporan Wartawan TribunTravel.com, Rizki A Tiara
TRIBUNTRAVEL.COM - Menjelang tanggal 1 Suro atau Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H, ada satu sajian khas yang tidak pernah ketinggalan.
Yakni, bubur suro.
Bubur suro dikenal juga dengan bubur suran yang telah menjadi bagian dari tradisi perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram atau 1 Suro secara turun temurun.
Sebagai bagian dari rites of passage atau ritual pelintasan, bubur suro punya makna tersendiri serta berperan sebagai perlambang dari signifikansi perayaan Tahun Baru Islam.
Dikutip TribunTravel.com dari laman Kompas.com, masyarakat Jawa menyajikan bubur suran atau bubur suro pada malam menjelang datangnya 1 Suro.
Dalam konsep Jawa, setelah lewat pukul empat sore hari dianggap sudah memasuki hari baru esok.
Perlu dicatat, bubur suro bukanlah wujud dari sesajen yang dekat dengan aroma mistis.
Bubur suro sarat dengan berbagai perlambang dan simbol.
Oleh karenanya harus dipandang sebagai 'alat' (uba rampe dalam bahasa Jawa) untuk memaknai 1 Suro atau tahun baru yang akan datang.
Bahan dan Lauk Pendamping Bubur Suro
Bubur suro dibuat dari beras, santan, garam, jahe, dan sereh dengan citarasa gurih, sedikit asin-pedas.
Di atas bubur suro biasa ditaburi serpihan jeruk bali dan bulir-bulir buah delima.
Serta tujuh jenis kacang, yaitu kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, kacang bogor.
Sebagian dari kacang itu bisa digoreng atau direbus.
Selain itu, ditambah beberapa iris ketimun dan beberapa lembar daun kemangi.
Lauk yang umum dipakai untuk mendampingi bubur suro adalah opor ayam dan sambal goreng labu siam berkuah encer dan pedas.
Pendamping Bubur Suro sebagai Rangkaian Ubarampe Tahun Baru 1 Suro
Sebagai satu rangkaian uba rampe Tahun Baru, bubur suro masih dihadirkan dengan beberapa pendamping.
Ada uba rampe lain berbentuk sirih lengkap, kembar mayang, dan sekeranjang buah-buahan.
Hadirnya sirih lengkap melambangkan asal-usul dan penghormatan atau pengenangan kita kepada orang tua dan para leluhur – khususnya yang telah mendahului kita.
Sirih lengkap biasanya diletakkan dalam wadah atau bokor kuningan atau tembaga.
Sirih juga selalu hadir sebagai kelengkapan dalam ritual pelintasan Jawa dengan makna yang sama.
Sementara di Tanah Melayu, ada tradisi sekapur sirih untuk menyambut tamu yang datang berkunjung.
Kembar mayang yang hadir pada peringatan 1 Suro berbeda dengan kembar mayang yang ada pada upacara pernikahan adat Jawa.
Kembar mayang merupakan sebutan untuk rangkaian bunga yang terdiri atas dua vas bunga.
Masing-masing vas berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh kuntum mawar putih, tujuh ronce (rangkaian) melati, dan tujuh lembar daun pandan.
Apa signifikansi dari angka tujuh ini?
Tujuh melambangkan jumlah hari dalam seminggu.
Maknanya, dalam hidup setiap hari, kita harus selalu punya tekad dan keberanian untuk bertindak yang dilambangkan dengan mawar merah.
Namun, semua tindakan itu harus dilandasi dengan niat yang bersih seperti yang dilambangkan oleh mawar putih.
Akhirnya, semua tindakan itu harus mampu mengharumkan dunia umat manusia, seperti dilambangkan rangkaian bunga melati dan daun pandan.
Sekeranjang buah-buahan juga diisi dengan tujuh jenis buah, dan masing-masing terdiri atas tujuh butir.
Misalnya: tujuh jeruk, tujuh salak, tujuh rambutan, dan lainnya.
Penyertaan buah ini bermakna agar semua pekerjaan dan tindakan menghasilkan buah yang manis dan bermanfaat bagi sesama.
Bila kita melihat dan memaknai lambang-lambang yang dihadirkan bubur suro dan uba rampe-nya itu, akan ada kemiripan dengan tradisi modern menyambut tahun baru yang ditandai dengan refleksi dan resolusi.
Kita melakukan peninjauan kembali terhadap kinerja tahun sebelumnya, dan kemudian membuat resolusi untuk memerbaiki tata hidup dan pencapaian di tahun berikutnya.
Bubur suro dan uba rampe yang dihadirkan kemudian tampil sebagai alat untuk memudahkan proses refleksi dan resolusi yang kita lakukan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bubur Suro"