TRIBUNTRAVEL.COM - Gempa kembali mengguncang kawasan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (5/8/2018), pukul 19.46 WITA.
Gempa yang terjadi di Lombok semalam juga berkaitan dengan gempa yang sebelumnya terjadi pada sepekan sebelumnya, Minggu (29/7/2018).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa tersebut berkekuatan 7 SR dan berpusat di kedalaman 15 Km.
Tak hanya dirasakan warga Lombok, gempa juga terasa hingga ke Sumbawa, Bali, serta sebagian Jawa Timur.
Gempa kemarin juga sempat menyebabkan kepanikan di kalangan wisawatan yang sedang berada di Bali.
Ditambah, BMKG sempat memberikan peringatan dini terkait potensi tsunami pasca gempa, meski tak lama pengumuman ini berakhir dan dicabut.
Meski demikian tak sedikit warga dan wisatawan yang panik terhadap kabar tersebut, ditambah Indonesia yang menjadi satu negara rawan gempa-tsunami.
Bali memang memiliki sederet garis pantai yang indah, tapi di satu sisi, ia menyimpan rahasia mematikan: laut di sekitar Bali sangat rentan terjadi tsunami!
Tsunami bisa saja terjadi di Bali bila dipicu adanya gempa sunda megathrust.
Seperti diketahui, Kepulauan Indonesia berada di lempeng Sunda (bagian dari lempeng eurasia).
Tak jauh dari Pulau Sumatera dan Jawa, ada lempeng Indo-Australia.
Jika lempeng Sunda dan lempeng Indo-Australia bertabrakan, kemungkinan, lempeng Indo-Australia akan masuk ke dalam lempeng Sunda.
Kejadian itu akan menimbulkan getaran kuat (gempa megathrust) di lempeng sunda.
Karena yang terkena gempa megathrust itu lempeng sunda, maka kejadian alam ini pun dinamai gempa sunda megathrust.
Nah, bila gempa Sunda Megathrust terjadi di dekat Bali, maka ombak besar Samudera Hindia bisa saja melaju ke utara menuju pulau dan membanjiri pemukiman turis yang terletak di sana.
Dilansir dari laman tripsavvy.com, Kuta, Tanjung Benoa, dan Sanur di Bali Selatan dianggap sebagai kawasan paling terkena bahaya.
Ketiga area itu adalah daerah dataran rendah yang menghadap ke Samudera Hindia dan yang dipenuhi turis.
Sistem Peringatan di Bali
Sebagai langkah antisipasi terhadap ancaman tsunami, pemerintah Indonesia serta pemerintah daerah telah menyiapkan rencana evakuasi bagi penduduk dan wisatawan yang tinggal di ketiga daerah tersebut.
BMKG telah menjalankan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (InaTEWS), yang dibentuk pada 2008 setelah bencana tsunami Aceh.
Asosiasi Hotel Bali (BHA) dan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga telah berkoordinasi dengan perhotelan Bali untuk mempromosikan protokol evakuasi dan perlindungan "Tsunami Ready."
Hotel-hotel yang telah mendapat sertifikasi "tsunami ready" biasanya memiliki titik aman berkumpul jika tsunami terjadi.
Karyawan mereka juga telah mendapat pendidikan dan pelatihan antisipasi tsunami sehingga akan lebih mudah mengarahkan para tamu.
Saat ini, sistem sirene sudah ada di sekitar Kuta, Tanjung Benoa, Sanur, Kedonganan (dekat Jimbaran), Seminyak dan Nusa Dua.
Di daerah di Bali tertentu telah ditetapkan sebagai zona merah (daerah berisiko tinggi) dan zona kuning (kemungkinan lebih rendah).
Ketika tsunami terdeteksi oleh Pusat Penanggulangan Bencana (Pusdalops) di Denpasar, sirene akan berbunyi tiga menit.
Hal ini memberi penduduk dan wisatawan waktu sekitar 15 hingga 20 menit untuk meninggalkan zona merah.
Pejabat lokal atau sukarelawan dilatih untuk mengarahkan orang ke rute evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
Prosedur Evakuasi Tsunami di Bali
Tamu yang menginap di Sanur akan mendengar sirene di Pantai Matahari Terbit jika terjadi tsunami.
Staf hotel akan memandu ke area evakuasi yang tepat.
Setelah keluar dari area pantai, lanjutkan perjalanan menuju ke barat, ke Jalan Bypass Ngurah Rai.
Di Sanur, semua area timur di Jalan Bypass Ngurah Rai dianggap "zona merah", daerah yang tidak aman saat terjadi tsunami.
Jika tidak punya waktu untuk melanjutkan ke tempat yang lebih tinggi, berlindunglah di bangunan berketinggian tiga lantai atau lebih tinggi.
Sejumlah hotel di Sanur telah ditetapkan sebagai pusat evakuasi vertikal bagi orang-orang yang tidak punya waktu untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Sementara itu, tamu yang menginap di Kuta harus melanjutkan ke Jalan Legian atau ke satu dari tiga pusat evakuasi vertikal yang ditunjuk di Kuta/Legian ketika mereka mendengar bunyi sirene.
Hard Rock Hotel, Pullman Nirwana Bali, dan Discovery Shopping Mall telah ditetapkan sebagai pusat evakuasi vertikal untuk orang-orang di Kuta dan Legian yang tidak punya waktu untuk mengungsi ke tempat lebih tinggi.
Area di sebelah barat Jalan Legian telah ditetapkan sebagai "zona merah."
Artinya, siapapun yang berada di sana harus segera dievakuasi jika terjadi tsunami.
Nah, kasus khusus ada di Tanjung Benoa karena tidak ada "dataran tinggi" di sana.
Sebab Tanjung Benoa merupakan semenanjung yang rendah, datar, dan berpasir.
"Dalam keadaan darurat, warga tidak bisa mencapai tempat yang lebih tinggi pada waktunya."
"Satu-satunya pilihan yang tepat adalah evakuasi vertikal ke bangunan yang ada."
Tips Penting Mengantisipasi Bila Terjadi Tsunami di Bali
- Jika kamu berada di satu daerah rawan di atas, pelajari peta evakuasi dan kenali titik-titik atau rute-rute jalur evakuasi.
- Bekerja sama dengan hotel tempatmu menginap.
Tanyakan pada hotel di Bali untuk prosedur persiapan bila terjadi tsunami.
Berpartisipasilah bila ada pelatihan penanggulangan tsunami dan gempa bumi, jika diminta pihak hotel.
- Bila terjadi gempa yang sangat besar, segeralah menjauh dari pantai tanpa menunggu suara sirene, dan menuju zona kuning yang ditentukan di sekitarmu.
- Jika bunyi sirene terdengar suara keras selama tiga menit, segeralah menuju zona kuning yang ditentukan.
Jika tidak memungkinkan, cari pusat evakuasi vertikal yang paling dekat denganmu.
- Periksa media penyiaran untuk pembaruan informasi tsunami.
Biasanya, TV nasional juga menyiarkan peringatan tsunami sebagai berita utama.
(TribunTravel.com/Sri Juliati)
 
							 
											 
											 
											 
											