Laporan Wartawan TribunTravel.com, Ambar Purwaningrum
TRIBUNTRAVEL.COM - Siapa bilang pembedahan hanya dilakukan masyarakat modern.
Kenyataannya teknik operasi ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam.
Bayangkan saja, orang zaman dulu dengan pengetahuan dan peralatan yang terbatas melakukan pembedahan yang berpotensi mematikan.
Meski berbahaya, nyatanya pembedahan yang dilakukan manusia kuno justru mampu menyelamatkan banyak nyawa.
Satu praktek operasi yang sering dilakukan adalah trepanasi.
Trepanasi merupakan prosedur di mana tengkorak manusia dibor menggunakan alat tertentu.
Tujuannya untuk mencegah kematian karena cedera kepala.

Meski praktik medis ini tampak aneh dan berisiko, tapi mampu menghilangkan penumpukan darah berbahaya saat terjadi cedera di kepala.
Dilansir TribunTravel.com dari laman thevintagenews.com, praktik ini pertama kali diperkenalkan oleh suku Inca.

Peradapan Inca di Amerika Selatan dikenal sebagai satu peradapan pra Columbus paling maju di dunia.
Satu bidang yang mereka kuasai adalah trepanasi.
Menurut sebuah penelitian yang ditulis oleh David S. Kushner, John W. Verano, dan Anne R. Titelbaum di World of Neurology Journal, tingkat kelangsungan hidup selama Periode Inca adalah antara 75 hingga 83 persen.
Angka ini tergolong mengejutkan sebab teori kuman belum ditemukan saat itu.

Lalu pertanyaannya kini adalah bagaimana peradapan tanpa pengetahuan anestesi atau pembiusan mampu melakukan operasi rumit tanpa membunuh pasiennya?

Studi pada tengkorak mereka yang menjalani operasi trepanasi memberikan beberapa wawasan tentang bagaimana Inca melakukan operasi.
Mereka fokus pada pengeboran lubang kecil dan memastikan untuk memilih area kepala yang tidak akan menyebabkan banyak pendarahan.
Pemilihan area harus tepat, sebab jika salah bisa membunuh pasien.
Sementara itu terkait bagaimana mereka melakukan operasi tanpa antibiotik atau obat bius masih menjadi misteri.

Ada beberapa teori yang mengatakan jika mereka menggunakan tanaman koka untuk mengurangi efek rasa sakit.
Tanaman koka ini dikunyah pasien untuk mengurangi rasa lelah dan memberikan energi.
Ada kemungkinan kombinasi daun koka dan tanaman herbal lainnya yang dijadikan sebagai anestesi.

Ada juga kemungkinan bir jagung, yang dikenal sebagai chicha diberikan kepada pasien.
Namun, karena suku Inca tidak menyimpan catatan tertulis maka tak ada yang tahu dengan jelas seperti apa teknik anestesi yang dilakukan suku Inca dan bagaimana mereka mampu melakukan pembedahan dengan sukses.
Semuanya masih menjadi misteri yang harus diungkap para arkeolog.