Laporan Wartawan TribunTravel.com, Ambar Purwaningrum
TRIBUNTRAVEL.COM - Bayi biasa lahir di bangsal rumah sakit yang memberikan perawatan lengkap.
Namun terkadang, kelahiran tak berjalan sesuai rencana.
Pada satu situasi, ibu yang hendak melahirkan dipaksa untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi.
Misalnya ada yang melahirkan di mobil, perjalanan rumah sakit, perpustakaan, kantor pos, restoran, atau trotoar.
Seorang ibu di Mozambik, bahkan melahirkan di sebuah pohon karena seluruh area digenangi banjir.
Dia harus memanjat cabang-cabang pohon untuk membuatnya tak tenggelam terseret air.
Ketika diselamatkan oleh helikopter, tali pusarnya masih menempel pada bayinya.
Lalu apa jadinya jika seorang wanita melahirkan saat sedang berada di pesawat?
Pertama-tama, mereka tidak benar-benar diizinkan untuk terbang jika usai kehamilan mereka sudah masuk usia 'tua.'
Sebagian besar perusahaan penerbangan melarang calon ibu untuk terbang bila kandungan berusia 37 minggu atau 32 minggu untuk kembar (atau lebih).
Banyak yang bahkan membutuhkan dokumen “fit to fly” dari dokter keluarga mereka setelah minggu ke-28.
Namun, siapa yang dapat memprediksi kelahiran seseorang.
Seperti yang dialami Fatma Geldi yang melahirkan putranya, Erkan.
Kelahiran itu terjadi saat dirinya bepergian dengan pesawat Turkish Airlines yang berangkat dari Izmir, Turki, ke Frankfurt, Jerman.
Pada 9 September 1990, Fatma sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi suaminya yang bekerja di Jerman, ketika tiba-tiba air ketubannya pecah.
Dia memanggil pramugari, yang dengan cepat membuat pengumuman: "Apakah ada dokter di pesawat?"
Baik Fatma maupun pramugari khawatir, mereka harus melanjutkan persalinan tanpa bantuan profesional.
Untungnya, seorang pria mengangkat tangannya dan mengatakan jika dirinya seorang ginekolog.
Meskipun keberuntungan tampak berada di pihak mereka, dokter itu menekankan, ia baru saja lulus dari sekolah kedokteran, dengan sedikit pengalaman.
Dia membawa Fatma ke kokpit dan pilot membersihkan ruang untuk melahirkan darurat.
Persalinan berlangsung tanpa insiden yang berbahaya.
Ketika diumumkan bayinya lahir sehat, sang ibu dan semua penumpang tampak bahagia.
Bayi yang baru lahir itu bernama Erkan, untuk menghormati pilot pesawat, Erkan Suhzer, yang tetap tenang dan mendaratkan pesawat dengan selamat di landasan pacu Frankfurt, dengan satu penumpang tambahan baru.
Namun kisah Erkan tidak berakhir di sana.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Jerman, bayi yang lahir di udara itu kembali ke tanah air orang tuanya, Turki, dan belajar bahasa Inggris di Universitas Bakilesir.
Di sana ia menerima gelar sarjana dan mulai mencari pekerjaan.
Yang menarik dari kisah Erkan adalah ia melamar sebagai pramugara Turkish Airlines.
"Ketika mereka bertanya mengapa saya ingin menjadi pramugara selama wawancara, saya mengatakan kepada mereka, saya lahir di pesawat."
Erkan diterima, dan begitu dia mulai bekerja, dia menyatakan keinginannya untuk mencoba menjadi pilot.
Selain Erkan, da tiga orang lainnya telah lahir di atas penerbangan Turkish Airlines pada 2000, 2003, dan terakhir pada 2017.
Dalam wawancaranya, Erkan menyatakan belum memiliki kesempatan untuk menyaksikan kelahiran di udara, tetapi pramugara muda itu menambahkan, jika dia melakukannya, dia akan siap dan bersedia membantu.