Laporan Wartawan TribunTravel.com, Sri Juliati
TRIBUNTRAVEL.COM - Seorang pendaki menemukan kerangka berupa tengkorak di jalur pendakian Gunung Slamet, Jawa Tengah.
Dalam video yang diunggah akun @cuprycui dan diunggah ulang akun @mountnesia, Kamis (8/3/2018), terlihat tengkorak itu ditemukan di sela-sela bebatuan.
Dari caption video itu diketahui, penemuan tengkorak ini berada di sumber air Pos 5 Gunung Slamet via jalur pendakian Permadi, Desa Guci, Kecamatan Bumi Jawa, Tegal.
"Salah satu Bukti masih perawannya jalur slamet via Guci Permadi Lok. Sumber Air pos 5, Gn. Slamet," tulis akun tersebut.
Sontak, video singkat ini menuai beragam komentar dari warganet.
Sebagian menduga-duga jika kerangka tersebut adalah kerangka kepala monyet.
Meski tak sedikit yang mengaku jika penemuan itu cukup menyeramkan.
@yanedik: Bntuk kpala kyak bukan tengkorak manusia lebih mirip orang hutan.
@anjas_pratama21: Liat tulang kepala atasnya, tengkorak manusia ngga gitu kan harusnya.
@kipli_kretek: Keren tuuuh .di kubur aja biar yg lewat ga kesemutan wkwkwkwk ,itu tengkorak monyet bukan tengkorak manusia
@matilangkah25: Ih sereem jugaa itu masih ada tengkoraknya
@selir_kedai_kopi: Dari bentuknya itu bukan tengkorak manusia modern, mungkin jenis kera yg besar.
@yakaligatau: tengkorak sejenis primata itu
@izzuddinfurqon: Kampret serem cuy ada tengkorak.
Tonton videonya di bawah ini.
Sementara itu, saat dikonfirmasi TribunTravel.com, Jumat (9/3/2018), akun pemilik @cuprycui, Supriyono menduga, jika kerangka tengkorak yang ia temukan berasal dari hewan primata.
"Karena saat lewat Pos 5, kami menjumpai banyak primata owa Jawa," katanya.
Owa Jawa merupakan satu jenis primata anggota suku Hylobatidae yang tidak memiliki ekor dan tangannya relatif panjang dibandingkan dengan besar tubuhnya.
Dilansir dari wikipedia.org, dengan populasi tersisa antara 1.000–2.000 ekor, kera ini adalah spesies owa yang paling langka di dunia.
Selain owa Jawa, lanjut Supri, ada berbagai primata lain yang ia lihat di sepanjang jalur pendakian tersebut.
"Terbanyak owa Jawa dan jenis primata lainnya."
"Malamnya pas camp di Pos 3 dengar suara rusa turun tapi karena malam, kami nggak lihat wujudnya," kata warga Banyumas itu.
Saat mendaki Gunung Slamet via Permadi itu, karyawan bank BUMN itu hanya menemukan satu kerangka karena medan yang cukup curam.
"Sebenarnya penasaran banget pengen menelusuri sampai bawah atau atas," ujarnya.
Selain itu, dalam pendakiannya pekan lalu, ia juga menemukan sumber mata air di Pos 5 atau dekat dengan penemuan kerangka tersebut.
Sumber mata air itu juga digunakan banyak primata untuk mencari minum.
Supriyono mengungkapkan, jika jalur pendakian Gunung Slamet via Permadi masih tergolong baru sebab dibuka enam bulan lalu.
Jalurnya pun masih tertutup dan ditumbuhi pohon berduri, misalnya jelatang.
Jalur ini pun berbeda dengan jalur pendakian via Guci lainnya.
"Guci kan ada jalur lama (Guci1) dan jalur Guci Permadi (Guci 2)," ungkapnya.
Oleh karena itu, sedikit pendaki yang melintas di jalur ini, bahkan saat ia dan timnya berkemah, nyaris tak ada pendaki lain.
"Sebenarnya jarak dari basecamp ke puncak Gunung Slamet hampir sama dengan jalur pendakian lainnya," katanya.
Namun, yang menjadi PR besar, jalurnya termasuk basah karena harus melewati sungai lima kali.
"Pos 1 sampai 6 lumayan landai, pos 6 ke puncak, aduhai," ujar dia.
Namun, satu yang menjadi bonus dari pendakian via jalur Permadi adalah adanya padang berry gunung.
Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi sekaligus terbesar di Jawa Tengah.
Gunung yang berada di lima kabupaten, yaitu Banyumas, Purbalingga, Tegal, Brebes, dan Pemalang ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para pendaki.
Selain lautan awannya yang begitu memesona, masih asrinya kawasan Gunung Slamet juga jadi alasan.
Setidaknya enam jalur pendakian menuju gunung dengan ketinggian 3.428 mdpl.
Di antaranya jalur Baturraden (Banyumas), Bambangan (Purbalingga), Kaliwadas (Brebes), Dukuhliwung (Tegal), Guci (Tegal), dan Kaligua (Brebes).