TRIBUNTRAVEL.COM - Merelakan satu anggota tubuh kita hilang hanya untuk masuk sebuah organisasi mungkin jadi hal tergila.
Namun begitulah yang terjadi di Yakuza Jepang.
Bagaimana pun yang terjadi anggota yang melakukan kesalahan di kelompok ini harus merelakan jari mereka.
Kata yubitsume, secara harfiah berarti "pemendek jari", berfungsi sebagai alat bagi anggota Yakuza untuk menunjukkan penyesalan atas pelanggaran yang dilakukan.
Dilansir TribunTravel.com dari nextshark.com, sebagai permulaan ritual tersebut melibatkan pemotongan bagian paling atas dari kelingking kiri dengan sebuah pisau tajam.
Anggota yang membuat kesalahan kemudian membungkuk dan jarinya mulai dipotong.
Potongannya kemudian dikirim sebagai "paket" untuk oyabunnya, atau atasan langsungnya.
Pelanggaran yang terjadi terus-menerus ternyata bisa mengakibatkan amputasi dibagian-bagain lain.

Alasan pemotongan jari tersebut bisa ditemukan dalam ilmu pedang tradisional yang ada di Jepang.
Dalam prateknya, 3 jari terakhir - kelingking, jari manis, dan kemudian tengah - digunakan untuk mencengkeram pedang erat-erat.
Sementara jempol dan telunjuk sebenarnya lebih longgar dalam mencengkeram.
Dengan demikian memberikan hukuman pengangkatan jari mulai dari kelingking dipercaya akan semakin melemahkan pegangan terhadap pedangnya.
Menariknya lagi, pengambilan jari kiri ini dilakukan karena mereka yakin Asia Timur banyak orang kidal.
Jadi anggora yang telah mengikuti yubitsume akan lebih lemah dan hanya bisa bergantung pada kelompok mereka.
Mereka juga dinilai lebih rentan menggunakan senjata api.
Dalam aturan tradisional, mereka harus mengamputasi jarinya tanpa bantuan dari anggota Yakuza lainnya.
Dan jelas itu membuat ritual semakin mengerikan.
Tak jarang dokter menemukan mereka meminta bantuan untuk menyambungkan jarinya kembali.
Mirisnya lagi, anggota Yakuza yang coba kembali ke masyarakat tak sepenuhnya diterima.
Terutama meraka yang telah kehilangan satu jari atau bahkan sama sekali tak memiliki jari.
Kahilangan jari membuat meraka kesulitan mencari kerja baru bahkan berjuang untuk keluar dari stigma tersebut.

Kasus itulah yang membuat peningkatan permintaan jari-jari palsu di Jepang semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir.
Shintaro Hayashi, yang membuat bagian tubuh korban kecelakaan dan silikon untuk pasien kanker payudara, mengatakan kepada ABC News pada tahun 2013, "Saya mulai melihat peningkatan bertahap pada orang-orang yang meminta kelingking palsu. Mereka bukan anak kelingking berukuran kecil, menengah atau besar, tapi dibuat khusus."
Berikut ini potongan adehgan film "Black Rain" yang menggambarkan praktik tersebut karena karakter Sato menunjukkan bahwa dia menyesal:
(TribunTravel.com, Tertia Lusiana)