TRIBUNTRAVEL.COM - Sejumlah nelayan di Pantai Sidem, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, perlahan menarik jaring dari tengah laut.
Beberapa puluh meter jarik terangkat ke daratan, namun belum ada ikan yang nyangkut.
Sejumlah sampah plastik justru yang terangkat dari dalam laut.
Selain itu jaring juga koyak. Beberapa bagian robek parah sehingga tidak memungkinkan memerangkap ikan.
Kondisi sampah di laut Pantai Sidem memang luar biasa.
Sepanjang pantai bertumpuk aneka sampah plastik, berbagai ranting dan bonggol pohon bambu.
Sampah-sampah inilah yang menyebabkan jaring nelayan koyak.
“Kalau ada hujan besar di darat, kondisinya malah semakin parah,” ujar seorang nelayan bernama Sutrisno.
Sampah-sampah yang masuk ke laut Pantai Sidem berasal dari terowongan Niyama.
Terowongan ini menjadi pertemuan dua sungai besar, yaitu Parit Raya dan Parit Agung.
Parit Raya mengalir dari wilayah Kabupaten Trenggalek, sedangkan Parit Agung mengalir dari wilayah Kabupaten Tulungagung.
Saat Trenggalek terjadi bencana tanah longsor, banyak material yang hanyut hingga Pantai Sidem.
Bukan hanya material, air dengan lumpur pekat berwarna coklat juga masuk ke laut.
“Kalau sudah kemasukan lumpur dari darat ikannya hilang. Nelayan tarik seperti kami susah dapat ikan,” ucapnya.
Sampah yang terbawa ombak menumpuk di pantai.
Jika jumlahnya terlalu banyak, warga memungutinya. Namun sampah yang ada di laut, para nelayan hanya bisa pasrah.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tulungagung, Tatang Suhartono mengatakan, sebenarnya soal nelayan tangkap di laut bukan kewenangannya lagi karena sudah diambil alih provinsi.
Namun saat terjadi serbuan sampah di Pantai Sidem, para nelayan justru mengadu kepadanya.
“Hampir setiap hari mereka datang mengeluh soal sampah dan lumpur dari sungai. Kondisi ini memang karena alam yang rusak, dan pembuangan sampah ke sungai dan bermuara di laut,” ucap Tatang.
Lanjut Tatang, bukan hanya nelayan tarik yang rugi akibat pencemaran sampah dari sungai.
Namun nelayan keramba jaring apung di Pantai Gerangan, Kecamatan Tanggunggunung juga terganggu.
Keramba jaring apung itu merupakan salah satu upaya diversifikasi usaha nelayan.
“Dari nelayan tangkap, karena hasilnya terus menyusut mereka merintis budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Tapi malangnya ada dua sungai yang bermuara di Pantai Gerangan,” tambah Tatang.
Akibatnya sampah dan lumpur kerap mengganggu ikan peliharaan para nelayan.
Ikan-ikan dalam keramba banyak yang mati. Kondisi ini dikeluhkan para nelayan budidaya ini.
Lanjut Tatang, upaya jangka panjang yang harus dilakukan adalah dengan melakukan reboisasi hutan.
Sebab hutan yang gundul di wilayah pegunungan, mengakibatkan tanah terkikis dan mengirim lumpur ke laut.
Selain itu harus ada upaya peningkatan kesadaran masyarakat, agar tidak membuang sampah ke sungai.
“Sungai kita ini bermuara di laut. Kalau membuang sampah ke sungai, sama saja membanjiri laut kita dengan sampah,” tegas Tatang.
Sementara upaya jangka pendek yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi debet sampah yang masuk ke Parit Raya dan Parit Agung.
Tatang berharap pihak terkait bisa merespon keluhan para nelayan ini.
Berita ini telah dimuat di Surya dengan judul Pantai Sidem Tulungagung Penuh Sampah Bikin Nelayan Merana, Ini Sebabnya. . .