Breaking News:

Di Kampung Ternate, Para Mama Berjualan Kain Tenun dari Atas Kapal

Berjualan dari pintu ke pintu, rasanya bukan lagi kalimat yang tepat untuk mewakili penenun dari Kampung Ternate, Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Editor: Sinta Agustina
Kompas.com/Silvita Agmasari
Para penjual kain tenun Alor yang berjualan di atas kapal di Pulau Ternate, Alor, NTT. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Berjualan dari pintu ke pintu, rasanya bukan lagi kalimat yang tepat untuk mewakili penenun dari Kampung Ternate, Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Para mama, begitu sapaan khas beberapa daerah di NTT untuk perempuan paruh baya, ini berjualan dari kapal ke kapal.

"Sudah lama sekali jual begini, dari zaman nenek moyang," kata Sumadiyah, seorang penjual kain tenun di kapal dari Kampung Ternate, Kamis (23/3/2017).

Awal perjumpaan saya dengan para penjual kain tenun ini adalah saat sedang snorkeling di daerah Pulau Ternate.

Tadinya, saya mengira kapal kayu tersebut kelebihan muatan sebab semua orang terlihat duduk di atap kapal.

Semakin mendekat, makin jelas jika kapal yang diberi nama Gadis Imut tersebut, menampung mama-mama yang memamerkan kainnya.

Kapal Gadis Imut akhirnya merapat ke KLM (Kapal Layar Motor) FRS (Floating Ranger Station) Menami miliki WWF Indonesia.

Sesampainya di kapal WWF, para mama sibuk menyibakkan kain tenun khas Alor yang indah.

Berbagai motif laut seperti ikan, kepiting, hingga bunga menghiasi kain tenun penuh warna.
Uniknya para mama punya etiket berjualan, yakni tak turun dari kapal Gadis Imut dan masuk ke kapal jualannya.

"Kami biasa sebelas orang berjualan. Kalau ada kapal berlabuh dekat kampung yang terlihat, kami hampiri," kata Sumadiyah.

2 dari 3 halaman

Hal yang paling mengembirakan bagi para mama ini adalah jika kapal yang berlayar dekat Kampung Ternate adalah kapal orang asing.

Sebab menurut para mama, orang asing lebih loyal jika belanja kain.

Kain tenun buatan mereka sendiri terdiri dari ragam motif, warna, jenis, dan tentunya harga yang berbeda.

Secara garis besar kain dibagi menjadi dua bahan, yakni kain dari bahan kapas asli yang dipintal sendiri kemudian diwarnai dengan pewarna alam seperti daun nila dan akar mengkudu.

Kain ini dijual dengan harga yang lebih mahal karena prosesnya yang memakan waktu lama, bisa berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun.

Cirinya kain bewarna lebih netral, dengan warna warna bumi seperti cokelat, biru tua, merah bata, atau hitam.

Kain jenis kedua adalah kain tenun dari benang pabrik, yang dijual dengan harga lebih murah.
Kain ini memiliki ciri bewarna cerah seperti merah, merah muda, biru terang, atau kuning.

Untuk harga kain tenun dengan bahan alami dihargai Rp 400.000.

Kain tenun dengan bahan sintetis dihargai lebih murah, sekitar Rp 150.000.

Para mama sendiri bukan tanpa modal untuk membuat kain, kemudian berjualan dari kapal ke kapal.

3 dari 3 halaman

"Biasa kami bayar Rp 50.000 per orang untuk menumpang kapal. Kadang rugi, kalau dagangan tak laku tetapi harus bayar kapal. Kalau laku, kami untung," kata Sumadiyah.

Tak heran, sampai kapal Gadis Imut sudah berlayar kembali menuju kampung, para mama yang kainnya belum laku masih terus menyibakkan kain tenunnya yang indah.

Tentu dengan bonus senyum yang manis. (Kompas.com/Silvita Agmasari)

Selanjutnya
Sumber: Kompas.com
Tags:
AlorNusa Tenggara TimurTernate Belacang Domu Warandoy Asida Durian Sambal Luat
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved