Laporan Wartawan Pos Kupang, Edy Bau
TRIBUNTRAVEL.COM, ATAMBUA - Kabupaten Belu di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki berbagai destinasi wisata, salah satunya adalah kampung adat Matabesi.
Kampung ini terletak sebelah barat Kota Atambua, berada persis di kaki Bukit Lidak.
Untuk mencapai kampung ini, hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit karena jaraknya sekitar dua kilometer dari pusat Kota Atambua.
Ada dua titik masuk untuk mencapai kampung ini yakni melalui jalan raya di samping Kantor Bupati Belu dan bisa lewat cabang depan SDK Sesekoe, Kelurahan Umanen.
Kamu akan melalui jalan perkerasan hingga mendapati gapura bertuliskan Kampung Adat Matabesi.
Dari Gapura ini, harus berjalan lagi sekitar 350 meter untuk masuk ke kampung ini.
Secara administrasi, Kampung adat Matabesi masuk dalam wilayah Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua Barat.
Kampung Adat Matabesi sebenarnya adalah kampung lama Sesekoe.
Warga yang saat ini menetap di Sesekoe, sebelumnya menetap di kampung adat ini.
Kampung adat Matabesi ini sebenarnya memiliki 12 rumah suku antara lain, Uma Fuk Matabesi, Uma Bei Hale Matabesi, Uma Bei Bere Matabesi, Uma Meo Matabesi, Uma Kakaluk, Uma Bei Asa, Uma Mahein Lulik, Uma Lokes Matabesi, Uma Manehat Matabesi, Uma Ba,a Matabesi, Matabesi Uma Kiik dan Uma Mane Ikun Matabesi.
Lima rumah suku terakhir saat ini secara fisik tidak ada di Kampung Adat Matabesi.
Karena termakan usia, lima rumah adat ini dalam rencana baru akan dibangun pada tahun 2017.
Menyusuri kampung adat ini, akan merasa kembali ke puluhan tahun silam.
Rumah panggung dari bahan kayu dengan arsitektur seperti perahu terbalik, beratap alang-alang hingga menyentuh tanah, terdapat tempat-tempat persembahan berupa susunan batu besar.
Pepohonan besar yang tumbuh di sekitar kampung ini menghalangi sinar matahari langsung, membuat udara sangat sejuk.
Perkampungan sunyi sepi karena sebagian besar anggota suku sudah tinggal menyebar ke kota Atambua dan sekitarnya.
Kicauan burung bersahut-sahutan semakin menambah kesan sunyi.
Hanya terdapat tujuh rumah di kampung ini.
Dua dari tujuh rumah suku yakni Uma Fuk Matabesi dan Uma Kakaluk tidak berpenghuni.
"Lima rumah suku lainnya yakni Uma Lokes Matabesi, Uma Manehat Matabesi, Uma Ba'a Matabesi, Matabesi Uma Kiik dan Uma Mane Ikun Matabesi dalam rencana baru akan dibangun di tahun 2017," kata penjaga Uma Fuk Matabesi, Hendrikus Neno ketika mendampingi Pos Kupang menyusuri perkampungan ini, Jumat (16/12/2016).
Hendrikus Neno yang juga Ketua RT 19, Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua Barat ini mengatakan, Kampung adat ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh keturunan Matabesi.
Mereka bersyukur karena kampung ini telah menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Belu.
Mengunjungi kampung adat ini, kata Hendrikus, pengunjung akan melihat langsung sekaligus mendapat penjelasan tentang benda-benda pusaka peninggalan nenek moyang suku Matabesi.
Benda-benda pusaka itu antara lain pedang/kelewang sakti, tombak/lembing sakti yang dulunya dipakai para meo (panglima perang) berperang melawan musuh saat terjadi perang antar suku.
Di kampung ini, pengunjung juga akan berziarah ke makam salah satu meo yang terletak persis di samping Uma Meo yang kini dijaga oleh anggota suku bernama Blasius Fehan bersama keluarga.
Makam Meo bernama Lau Saberu ini berupa susunan batu besar.
Menurut ceritra, kata Hendrikus, Meo Lau Saberu adalah panglima perang dalam perang Manututu (sekarang masuk wilayah Timor Leste).
Tak diketahui perang itu terjadi pada tahun berapa dan perang melawan siapa.
Yang jelas, kata Hendrikus, terdapat ceritra turun temurun untuk anak cucu Suku Matabesi.
Tak hanya rumah adat dan makam Meo yang menjadi daya tarik Kampung Adat Matabesi.
Masih ada tempat lainnya di kampung ini yakni gua-gua batu di kaki bukit batu Sumeta yang pada jaman dahulu menjadi tempat persembunyian warga suku Matabesi ketika ada serangan serdadu Belanda.
Menurut ceritra, Bukit Batu Sumeta yang terletak persis di arah barat kampung ini merupakan satu dari tiga bukit batu yang melambangkan tiga kerajaan di Timor Loro Sae (Timor Leste).
Tiga bukit batu dimaksud yakni Bukit Batu Sumeta, Roofau dan Kaku'a.
Di Bukit batu Kaku'a yang terletak di sisi timur kampung ini terdapat salah satu titik g bisa menjadi daya tarik wisata yakni tempat jatuhnya bom milik serdadu Belanda.
Bukit yang memiliki tinggi sekitar 30-an meter ini lebih dekat ke arah gapura/pintu masuk kampung ini.
Tempat jatuhnya bom berupa cekungan tanah masih terlihat.
"Menurut ceritra, dulu ada bom jatuh mengenai bukit batu ini tapi tidak meledak. Bom meledak di tanah dan terdapat lubang. Dulu lubang tanhanya sekitar lima meter, tapi sekarang hanya tinggal cekungan sedikit," kata dia.
Bukit batu ini juga disebut sebagai rumah madu (Wani Uman) karena banyak lebah bersarang di dinding batu ini.
Pada waktu tertentu, warga sekitar datang memanen madu di bukit batu ini.
Meski dindingnya terjal dengan kemiringan mencapai 180 derajat, warga berani memanjat untuk memanen madu.
Tampaknya, bukti batu ini juga cocok untuk olahraga panjat tebing.
Sayangnya, potensi ini belum dilirik oleh pemerintah daerah Belu.