TRIBUNTRAVEL.COM - Sekitar 30 pemuka agama dari berbagai agama mulai dari Hindu, Islam, Kristen, Budha menggelar rapat koordinasi lintas lembaga keagamaan guna menyusun seruan bersama dalam rangka hari raya Nyepi 1939, 28 Maret 2017.
Dalam keputusan seruan bersama tersebut dijelaskan bahwa satu di antara poinnya tidak diperkenankan menyelenggarakan paket hiburan Hari Raya Suci Nyepi bagi hotel-hotel dan penyedia jasa hiburan lainnya yang ada di Bali.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan bahwa siapapun tidak boleh keluar saat Nyepi, baik itu umat Bali maupun siapapun yang berada di Bali.
Iapun mengatakan jangan sampai hotel kemudian menyediakan paket Nyepi untuk jalan-jalan ke pantai dan melihat jalan sepi yang ada di Bali.
“Catur brata penyepian mutlak dilaksanakan semua orang di Bali kecuali orang sakit, punya anak bayi, dan melahirkan. Selain itu kecuali beberapa Pecalang yang berjaga, nggak boleh keluar. Paket Nyepi yang dilaksanakan oleh hotel, nggak boleh tamu jalan di pantai, nggak boleh menikmati jalan raya keluar hotel. Di hotel nggak boleh ada lampu, jangan kemudian paket Nyepi untuk jalan-jalan keluar hotel,” ujarnya di Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, Denpasar, Rabu (22/2/2017).
Dirinya meminta ada sanksi tegas jika ada wisatawan mancanegara yang sampai berjemur ataupun keluar hotel saat Nyepi.
Ia pun mengatakan pihak hotel juga tidak boleh menyebarkan promosi yang muluk-muluk yang nantinya malah menipu wisatawan yang berkunjung ke Bali.
“Nanti kalau didengar sengaja pelanggaran seperti itu kita tindak tegas mereka. Jangan bahwa hari raya Nyepi mereka (wisatawan) dijanjikan muluk-muluk, menikmati suasana Nyepi dengan diajak jalan-jalan. Kalau ada turis asing yang dia memang sudah tahu nggak boleh keluar namun tetap keluar mereka merusak itu harus dideportasi. Kalau mereka nggak dapat informasi dari pihak hotel, kita salahkan hotel sanksinya sampai pencabutan ijin. Saya berteriak agar kalau ada seperti itu ditindak tegas pemda dan pihak berwajib,” jelasnya.
Kepala Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, I Nyoman Lastra mengatakan bahwa ketika seruan sudah dibuat oleh semua pimpinan umat beragama bahwa itu harus dilaksanakan oleh seluruh umat di Bali.
Iapun melihat para umat beragama lain selama ini ikut menjaga dan menghormati kesucian hari Raya Suci Nyepi, lembaga penyiaran tidak diperkenankan untuk bersiaran saat Nyepi mulai dari Selasa (28/3/2017) mulai pukul 06.00 WIta sampai (29/3/2017) pukul 06.00 WIta.
Masyarakat dilarang membunyikan mercon, pengeras suara, dan bunyi-bunyian yang mengganggu pelaksanaan Nyepi.
“Tata tertib Nyepi kan sudah dibuat degan seruan bersama. Ini menjadi daya tekan daerah. Kita akan buat edaran agar tersosialisasi. Karena biasanya akan terjadi gesekan jika keluar melewati batas rumah, bahkan saya dapat informasi masih ada yang keluar rumah bermain bola di jalan raya. Kalau terjadi gejolak di komunitas Hindu tentu pecalang akan bergerak bagaimana menanggulangi,” jelasnya.
Iapun berharap nantinya setiap ogoh-ogoh yang dibuat generasi Bali tidak sampai mengalahkan kekusyukan nyepi.
Jangan sampai selepas pawai ogoh-ogoh nanti umat Hindu nanti bergesekan dan berbenturan antara satu dan lainnya.
Iapun optimis bahwa Nyepi yang biasanya berlangsung bersamaan dengan hari raya umat lain saja bisa terlewati dengan baik, apalagi Nyepi 1939 yang tidak bersamaan dengan hari umat lain atau hari raya Hindu.
“Ogoh-ogoh sebagai bentuk kreatifitas umat Hindu, jangan sampai bergesekan dan kekerasan habis pawai itu. Kemudian kesemarakan ogoh-ogoh mengalahkan kekusyukan ritual dan spiritual tawur kesanga. Itu pula menjadi perhatian kita, jangan sampai terjadi keributan,” jelasnya.
Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan bahwa makna Nyepi yakni melaknsakan catur brata penyepian yang intinya untuk merenungkan diri, mengevalusi kerja kita dalam setahun yang akan bisa menghasilkan dampak positif dalam diri kita.
Iapun mengatakan bahwa makna Nyepi bukan hanya bagi umat Hindu Bali tetapi seluruh dunia karena ketika bumi bernafas akan memberikan vibrasi kesenangan bagi makhluk hidup.
Sudiana mengatakan bahwa jika ada masyarakat di Bali yang sampai melanggar dan keluar ke jalan itu sudah ada sanksinya yang berlaku di setiap desa adat masing-masing.
“Sanksinya di desa masing-masing, ada berupa denda, ada sanksi sosial, beragam sanksinya. Seruan hari ini ada beberapa tambahan yakni untuk umat lain agar mengikuti seruan hari raya Nyepi. Bagaimana aktifitas keagamaan lain menyesuaikan. Melaksanakan azan dalam masjid, kalau umat Hindu melaksanakan upacara piodalan sebelum pukul 06.00 Wita. Seruan ini sangat baik dan kita semua demokratis dengan semua umat, intinya untuk kenyamanan dan ketentraman bersama,” jelasnya. (Tribun Bali/A.A. Gde Putu Wahyura)