TRIBUNTRAVEL.COM - Museum Taman Prasasti yang terletak di Tanah Abang, Jakarta Pusat sudah terlihat sepi pengunjung pada pukul 14.55 WIB.
Memang, museum ini tutup pukul 15.00.
Memasuki bagian utama museum, nuansa sunyi dan suram pun begitu terasa.
Terlebih, terdapat beberapa pohon rindang yang meneduhkan hamparan batu-batu nisan di sana.
Sebelum menjadi sebuah museum, tanah tersebut merupakan sebuah pemakaman bangsawan Belanda bernama Makam Kebon Jahe Kober yang telah ada sejak 1795.
Selain orang Belanda, terdapat juga beberapa orang berkebangsaan Inggris, Amerika, dan Indonesia yang dimakamkan di sana.
"Awalnya pemakaman orang Belanda ada di Jalan Pintu Besar (sekarang Museum Wayang). Namun, karena sudah terlalu penuh akhirnya dipindahkan di sini," ujar Guide Museum Taman Prasasti, Eko Wahyudi, kepada Kompas.com, pekan lalu.
Tanah yang digunakan sebagai pemakaman tersebut merupakan sumbangan dari satu anak Gubernur Jenderal Hidia Belanda, Jeremias van Riemsdijk.
Van Riemsdijk dimakamkan di Belanda, namun terdapat batu nisannya di Museum Taman Prasasti.

Pajang 900 Batu Nisan
Awalnya pemakaman Kebon Jahe Kober memiliki luas 5,5 hektare, jumlah makamnya pun mencapai angka ribuan.
Hingga akhirnya Gubernur DKI Jakarta terdahulu, Ali Sadikin, ingin menjadikan pemakaman tersebut sebagai museum prasasti.
Akhirnya antara 1950-1970 dilakukan pemindahan jenazah dari pemakaman Kebon Jahe Kober ke beberapa tempat lain.
Sebagian jenazah ada yang dibawa keluarganya ke daerah atau negara asal, sebagian lain dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo dan Tanah Kusir Jakarta.
Sisa tanah yang digunakan untuk museum pun tersisa 1,3 hektare.
Sisa tanah lainnya digunakan untuk bangunan gedung Wali Kota Jakarta Pusat, gedung Auditorium, gedung KONI Pusat, serta Kantor Perpustakaan Umum dan Arsip Jakarta.
Sekarang terdapat 900 batu nisan yang dipajang di museum tersebut.
Batu-batu nisan ini memiliki bentuk beraneka ragam, mulai dari batu nisan biasa hingga patung malaikat.
Desain batu nisan tersebut diserahkan kepada pihak keluarga.
"Jadi di museum ini sekarang hanya batu nisan saja, sudah tidak ada jenazah dan tulang belulang sama sekali," ucap Eko.
Selain batu nisan, juga terdapat berbagai benda-benda lain yang dipamerkan di Museum Taman Prasasti.
Antara lain peti jenazah Bung Karno dan Bung Hatta, kereta pembawa jenazah, dan lonceng yang dibunyikan ketika jenazah datang untuk dimakamkan.

Gaya Doria
Di sana juga terdapat dua ruangan persemayaman jenazah yang berada di bangunan utama museum.
Dua ruangan tersebut dibedakan untuk jenazah laki-laki dan perempuan.
Bangunan utama museum sendiri memiliki desain arsitektur Yunani.
Menurut Eko, bangunan ini dirancang dengan gaya doria.
"Gaya doria memiliki ciri khas tiang-tiang besar di bagian depan. Orang Yunani memiliki filosofi, semakin banyak tiang menandakan semakin kuat kerajaannya. Di bangunan ini terdapat sekitar 12 tiang," kata Eko.
Pre-wedding
Meski museum tersebut terkait dengan kematian, sekarang ini sudah mulai banyak pengunjung yang mau berwisata ke sana.
Eko mengatakan, museum mulai ramai sejak 2005, saat itu tembok yang mengelilingi museum diruntuhkan.
Sekarang sekeliling museum hanya diberi pagar transparan sehingga orang bisa melihat ke luar.
Bahkan, Museum Taman Prasasti juga kerap digunakan untuk tempat foto pre-wedding dan syuting video klip.
"Kami memang ingin menghilangkan stigma, museum ini menakutkan," ujar Pengawas Museum Taman Prasasti, Andri Laksana.
"Kami ingin masyarakat mengenal tempat ini sebagai museum bersejarah bukan sekadar kuburan saja." (Cahyu Cantika Amiranti)