TRIBUNTRAVEL.COM - Umumnya, diving alias menyelam dilakukan di laut.
Namun, tidak demikian dengan Putu Sudarimbawa.
Lengkap dengan perlengkapan diving, ia menyelam di Jalan Raya Singaraja-Gilimanuk, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali saat terendam banjir usai diguyur hujan.
Aktivitas 'nyleneh' ini pun diunggah di Facebook, Rabu (25/1/2017) dan jadi viral di media sosial.
Sudarimbawa mengakui, aksi itu sengaja dilakukannya sebagai bentuk protes.
Pasalnya, Desa Pemuteran sebagai satu desa pariwisata di Buleleng selalu menjadi langganan banjir ketika musim hujan tetapi sampai kini belum ada solusi.
“Saya pernah bicara sama kepala desa katanya dananya sudah terealisasi tetapi gak digarap-garap sampai sekarang sudah berapa bulan itu belum pasti,” katanya, Kamis (26/1/2017).
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Buleleng, Ketut Suparta Wijaya mengatakan, penanganan permasalahan banjir di Desa Pemuteran ada pada Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pemkab Buleleng melalui Dinas PU hanya sebatas memfasilitasi.
Dari koordinasi terakhir dengan Dinas PU, BWS Bali-Penida sudah siap untuk menganggulangi permasalahan banjir di desa itu dengan membuat alur sungai yang mengalir dari hulu ke hilir.
Pada Selasa (24/1/2017) lalu, tim dari BWS bersama Dinas PU dan aparat desa telah turun ke desa itu untuk menandai lahan yang rencananya akan digunakan sebagai aliran sungai.
"Kami ambil konsep seperti penanganan banjir di Celukan Bawang. Intinya sekali nanti di hulu dibuatkan bangunan pengendali sedimen," ujar Suparta Wijaya, Kamis (26/1/2017).
Hal ini untuk meminimalisasi sedimen yang akan dialirkan ke laut.
"Di sana ada terumbu karang, nanti kita minimalisasi sedimennya. Tapi yang pasti nanti alirannya dialirkan ke laut,” lanjutnya.
Menurut dia, aliran sungai yang akan dibuat membutuhkan luas lahan sepanjang 1.000 meter.
Sementara lahan yang dibutuhkan untuk pembuatan sistem penanggulangan banjir itu seluas 50 are.
Lahan yang dibutuhkan itu statusnya tanah milik masyarakat.
Kini mereka sedang berupaya membebaskan lahan itu.
“Kata kuncinya sebenarnya ada pada partisipasi masyarakat, ini kan menyangkut pembebasan lahan dan butuh kerelaan masyarakat untuk melepas tanahnya," katanya.
"Kalau tanpa itu omong kosong, gak mungkin. BWS sudah siap kok dengan anggarannya."
Pembuatan aliran sungai baru ini rencana akan menggunakan APBN 2017 yang sudah disiapkan.
Namun Suparta Wijaya belum dapat memastikan berapa besaran anggaran yang akan dibutuhkan.
Termasuk pula apakah biaya pembebasan lahan itu tanggungjawab Pemkab Buleleng malalui APBD atau keseluruhan menggunakan APBN.
“Ini dibiayai dari APBN, nanti berapa anggarannya BWS yang tahu karena itu kewenangan pemerintah pusat. Kami fasilitasi saja karena bukan kewenangan pemkab," ungkapnya.
"Persoalan nanti pembebasan ada yang ngurus sendiri atau sharing pembebasan lahannya dari pemkab atau biaya semuanya dari APBN. Kata kuncinya ada di lahan sekarang,” lanjutnya.
Ia tidak menampik pembebasan lahan menjadi satu kendala dalam penanganan banjir di Pemuteran karena lahan yang akan digunakan hampir seluruhnya berstatus milik warga.
Bahkan sebagian lainnya, lahan di sisi utara sampai menuju pantai kini banyak telah berdiri bangunan restoran.
“Yang agak sulit kan dihilir, yang di jalan nasional ke utara karena banyak restoran di sana,” ucapnya.
Namun dari pembicaraan terkahir dengan warga, menurutnya warga yang lahannya akan dibebaskan masih menyambut baik rencananya.
Kini langkah awal yang dilakukan untuk merealisasikan itu adalah dengan menandai mana saja tanah yang rencananya akan dijadikan aliran sungai.
“Mereka welcome, saya minta izin sama mereka untuk menandai alur sungai ini lho nantinya, kebutuhan lahannya seperti ini, masyarakat biar tahu tanah mana saja yang kena,” pungkasnya. (Tribun Bali/Lugas Wicaksono)