TRIBUNTRAVEL.COM, MAGELANG - Berkunjung ke Magelang, selain melihat matahari terbit di Phuntuk Setumbu, kamu akan disuguhkan satu destinasi lain yang tak kalah eksotik, yaitu Bukit Rhema atau yang terkenal dengan sebutan Gereja Ayam.
Dengan jarak yang tak terlalu dekat dengan Phuntuk Setumbu membuat kedua destinasi ini menjadi paket bagi wisatawan yang berkunjung.
Menurut pengelola yang bekerja di sana, Yono (60), tempat tersebut mulai dikunjungi wisatawan pada akhir 2000-an.
“Sudah beberapa kali dikunjungi akhir tahun 2000-an, meski baru sangat terkenal di media sosial tahun 2016 dari film AADC,” ujar Yono yang juga warga lokal, Sabtu (7/1/2017).

Sebelum kamu berkunjung ke sana, berikut fakta-fakta yang dihimpun dari para pengelola wisata tersebut:
1. Berlokasi di tengah perbukitan
Bangunan tersebut berada di Dusun Gombong, Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Bangunan yang tdikenal dengan sebutan Gereja Ayam atau Gereja Merpati ini berlokasi di tengah perbukitan dan hutan yang cukup lebat.
Meskipun kamu datang dari Borobudur yang hanya berjarah 2.5 kilometer, kamu juga perlu trekking sekitar 150 meter ke atas bukit.
Jika kamu dari Phuntuk Setumbu, trek yang akan kamu lalui akan lebih menantang.
Meskipun begitu, hanya memakan waktu 20 menit menuruni bukit dengan jalan setapak di tengah rapatnya pepohonan.
Jadi sediakan alas kaki yang mempuni seperti sepatu outdoor, atau minimalnya sandal gunung agar tidak licin saat naik turun bukit.
2. Bukan merupakan “Gereja Ayam”
Satu di antara penjaga, Sarmin mengatakan bangunan tersebut sebenarnya belum selesai sempurna karena keterbatasan dana serta pertentangan dari warga sekitar.
"Bangunan ini memang dibangun oleh seorang kristiani bernama Daniel Alamsjah. Sebelumnya dia mendapat pesan dari Tuhan untuk membangun sebuah rumah ibadah dengan bentuk burung merpati," ujar Sarmin, sambil menunjukan prasasti yang dibuat oleh Daniel Alamsjah.
Rumah ibadah itulah yang diperuntukan bagi seluruh umat menurutnya.
Hanya karena Daniel seoran Kristiani, warga melihatnya sebagai sebuah gereja.
Selain itu ternyata bukan merupakan bantuk ayam, melainkan merpati.
"Menurut pemiliknya ini tempat bagi semua orang yang percaya pada Tuhan, dan bentuknya lebih ke merpati, dengan warna putih dan badan yang lebih panjang,” ujar Yono di depan pintu masuk.
Sebelum terbengkalai, rumah doa tersebut dibangun mulai 1991, hingga kepalanya pada 1995.
Pada awal 2000, sempat ditutup karena pertentangan dari warga sekitar.
3. Banyak ruangan bawah tanahnya
Jika kamu berkunjung ke sana, mulai pertengahan 2016, kesan angker memang sudah tak terlalu terasa.
Ini akibat pembersihan dan pemugaran yang dilakukan di area utama yaitu aulanya.

Terlebih di bagian atas sudah dipercantik dengan lukisan-lukisan seniman yang syarat pesan moral.
Namun cobalah kamu menyusuri ruang bawah tanahnya.
Terdapat banyak sekat-sekat ruang bawah tanah seperti kamar-kamar sempit.
Selain gelap dan pengap, suasana bawah tanah pun bisa membuatmu merinding.
Saat Tribun Jateng menanyakan ke beberapa pengelola, mereka belum tahu pasti apa peruntukan ruangan bawah tanah tersebut.
4. Menyuguhkan pemandangan yang indah
Untuk masuk Gereja Ayam dan menaiki puncak mahkota merpati, pengunjung harus membayar Rp 10.000 sampai Rp 15.000.

Saat berada di puncak mahkota pengunjung akan mendapati panorama alam yang indah.
Jika cuaca cerah, di kejauhan akan terlihat pesona Candi Borobudur yang berdiri megah.
Melihat ke segala arah di atas mahkota merpati Bukit Rhema ini sangat mengagumkan.
Hijaunya pepohonan terhampar sejauh mata memandang.
Belum lagi siluet gugusan Candi Borobudur yang terlihat lebih jelas.
5. Memiliki banyak sebutan di luar negeri
Satu di antara destinasi wisata yang unik di Kabupaten Magelang ini memang cukup terkenal di luar negeri.
Hal tersebut disebabkan beberapa media luar yang sudah memberitakannya.
Oleh karena itu banyak wisatawan mancanegara juga yang ikut berkunjung.
Alhasil mereka ternyata punya sebutan tersendiri bagitempat ini, di antaranya Gereja Chicken, Gereja Bird, Gereja Dove, dan Pigeon Hill.
“Sebutan-sebutan itu salah satunya juga dari penjaga yang bingung menyebutkannya kepada bule-bule turis asing,” ujar Sarmin sambil tertawa. (Tribun Jateng/Irzal Adiakurnia)