Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina Siahaan
TRIBUNTRAVEL.COM, MANGUPURA - Hamparan pasir hitam keabuan tampak membentang sepanjang tepian pantai satu ini.
Deburan ombak yang lumayan besar pun tak malu-malu mencium karang-karang hitam besar hingga ke bibir pantai.
Tampak para wisatawan asing yang sambil membawa anak-anaknya, asyik bermain sekaligus melepatkan penat di sini tak peduli meski panas matahari cukup menyengat, Rabu (29/7/2015).
Pantai Batu Bolong, begitu pantai yang berada di kawasan Canggu, Kuta Utara, Badung, Bali ini disebut.
Nama pantai satu ini memang terdengar cukup unik.
Namun jangan terkecoh dengan namanya tersebut, karena yang dimaksud dengan Batu Bolong adalah diambil dari nama pura yang ada di kawasan tersebut.
Lain halnya dengan Pantai Uug yang ada di kawasan Nusa Penida, yang memang memiliki karang berlubang, sehingga kerap disebut Pantai Batu Bolong juga.
Berada di kawasan pura, Pantai Batu Bolong ini juga kerap digunakan sebagai tempat melaksanakan persembahyangan masyarakat Hindu setempat.
“Dinamakan Pantai Batu Bolong karena ada Pura Besar Batu Bolong itu di sana,” ujar Agus Purti, pedagang di kawasan Pantai Batu Bolong, kepada Tribun Bali.
Melasti, Mendak Pratima, Mesuci, dan beberapa persembahyangan Hindu lainnya pun kerap dilaksanakan masyarakat desa setempat di sini.
Tak hanya itu, masyarakat setempat juga mencari nafkah dari keberadaan pantai satu ini.
Jika di beberapa kawasan Pantai lain di Bali dipenuhi oleh cafe-cafe bergaya modern, di Pantai Batu Bolong cukup berbeda.
Yang mana, masih didominasi para pedagang lokal dari masyarakat setempat.
Jajanan, berupa makanan hingga minuman yang masih ramah di kantong pun mereka tawarkan untuk para wisatawan.
Satu di antaranya, adalah jajanan tradisional pisang rai yang ditawarkan hanya dengan harga Rp 2.000 per kotak.
Ini merupakan jajanan tradisional Bali yang terbuat dari pisang, yang di luarnya diselimuti adonan tepung dan di atasnya diberi taburan parutan kelapa.
“Caranya gampang bikin jaje ini. Pake pisang hijau yang biasa itu dah, dikasih adonan terus direbus. Tunggu matangnya sampai pisang ini naik sendirinya ke atas permukaan air rebusan,” ujar istri dari Agus yang membuat sendiri jajanan pisang rai-nya tersebut.
Tekstur lembut berpadu dengan rasa manis pisang, itulah yang tercipta dari jajanan satu ini.
Tak hanya pisang rai, ada juga pedagang lain yang menawarkan jagung bakar, bakso dan penganan-penganan lainnya untuk berekreasi di sini.
Selain menggantungkan perekonomian dari berjualan di area pantai, ada juga kelompok nelayan yang aktif di sini.
Dengan nama Segara Canggu, para nelayan ini secara rutin melaut untuk menangkap potensi yang ada di perairan ini.
“Biasanya ikan laut atau lobster. Tapi kalau lobster yan tidak banyak, sehari saya bisa tangkap 3,” ujar Purti yang juga nelayan dari kelompok tersebut.
Untuk bisa menikmati pesona alam di kawasan pantai satu ini, pengunjung hanya dikenakan biaya karcis kendaraan saja.
Yakni sebesar Rp 2000 untuk mereka yang membawa motor.
Area parkir yang ditawarkan pun cukup luas sehingga bisa menampung mobil dan motor dalam jumlah banyak.