Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNTRAVEL.COM, KULONPROGO - Pagi itu matahari enggan menyinari Dusun Bantar, Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta kerena terhalang mendung yang menggantung.
Tetapi sekitar pukul 07.30 WIB di dusun yang berjarak sekitar 15 kilometer barat pusat kota Yogyakarta tersebut telah tampak rombongan wisatawan mancanegara dengan semangat menyusuri jalanan desa menggunakan sepeda.
Mereka adalah peserta paket wisata sepeda yang dijalankan oleh salah seorang warga desa tersebut bernama Mantowil.
Diambil dari nama si empu, paket wisata ini dikenal dengan nama Wisata Towilfiets.
Pria yang akrab disapa Towil ini merintis usaha layanan wisata sepeda keliling desa tempat tinggalnya sejak 2007.
Usaha yang dijalankan ayah tiga orang anak ini berawal dari hobinya bersepeda.
"Saya adalah penggemar sepeda dan sangat senang bersepeda, maka saya membuka usaha ini," ujarnya.
Tidak hanya mengandalkan hobi, relasi yang dibangunnya selama menjadi buyer agent untuk para pembeli handycraft dan furniture dari luar negeri juga menjadi pendorong.
Karena relasi tersebut saat ini sebagian besar peserta wisata Towilfiets adalah wisatawan mancanegara.
"Saya melihat desa ini memiliki banyak potensi yang sangat menarik jika dibagikan dengan wisatawan mancanegara," kata Towil.
Alam yang masih asri dengan banyaknya pepohonan, aktivitas, kesederhanaan, dan keramahan penduduk adalah daya tarik utama wisata ini.
Wisatawan yang mengikuti kegiatan wisata ini akan diajak bersepeda dengan jarak tempuh sekitar tujuh kilometer.
Selama perjalanan wisatawan bisa melihat ragam kegiatan masyarakat dan langsung berinteraksi.
Mereka bisa langsung turun ke sawah melihat dari dekat kegiatan para petani hingga mencoba ragam pekerjaannya.
Selain itu, aktivitas para penenun stagen juga menjadi hal yang sangat menarik bagi wisatawan.
Proses pembuatan tempe yang masih menggunakan cara tradisional juga menjadi satu di antara daya tarik wisata ini.
Selama perjalanan Towil juga menjelaskan beragam hal kepada wisatawan, mulai dari jenis-jenis tanaman hingga bangunan yang ada.
Saat Tribun Jogja mengikuti paket wisata ini, Towil mendapatkan tamu rombongan satu keluarga dari Belgia dengan jumlah enam orang.
Selama perjalanan rombongan tersebut tampak antusias dengan penjelasan Towil dan kehidupan di wilayah ini.
Peter, anggota rombongan mengatakan perjalan ini sangat indah dan menarik.
Dengan penjelasan Towil dia mendapatkan banyak pengetahuan tentang kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta.
"Yang juga membuat wisata ini berbeda adalah kondisi yang ada di desa ini tidaklah dibuat-buat. Memang seperti inilah kehidupan kami sehari hari, jadi ini bukan desa wisata melainkan wisata desa," kata Towil.
Semua wisatwan yang mengikuti trip ini akan menggunakan sepeda klasik keluaran dengan beragam merk.
Teha, BSA, Triumph, Philip, Simplex ataupun Gazelle adalah beberapa merk sepeda yang dimiliki Towil.
Meski sepeda lawas keluaran dari 1940-an, tetapi sepeda-sepeda ini masih terawat dan siap dipakai.
Saat ini keseluruhan Towil memiliki sekitar 100 sepeda klasik.
Meski demikan dia mampu melayani hingga 200 peserta trip dalam sekali waktu.
Jika ada kekurangan sepeda, dia akan menyewa di beberapa komunitas pecinta sepeda ataupun warga desa tersebut.
Dalam memandu wisatawan, Towil dibantu sembilan orang guide yang fasih berbahasa Inggris.
"Untuk menjaring wisatawan mancanegara saya memasukan penawaran paket wisata ini ke sejumlah travel agent, tidak hanya lokal tetapi juga internasional," katanya.
Setiap wisatawan yang ingin mengikuti paket wisata ini dikenakan biaya Rp 300 ribu per orang.
Mereka mendapatkan fasilitas sepeda, beragam makanan tradisional yang dinikmati di tengah perjalanan.
Untuk waktu perjalanannya, Towil tidak menentukan waktu khusus.
Tetapi menurutnya pagi hari adalah saat terbaik melakukan kegiatan wisata yang satu ini.