Travel Writer: Puput Palipuring Tyas
TRIBUNTRAVEL.COM - Lopburi adalah kota kecil, terletak 153 km di utara Bangkok, Thailand.
Sejumlah kebun bunga matahari (sunflower field) berada di sini seperti di distrik Phatthana Nikhom, Chai Badan, dan Khok Samrong.
Inilah kisah perjalanan Puput Palipuring Tyas, food copywriter untuk Warung Apung Rahmawat kepada Harian Surya.
Sebagai budget traveller, saya memilih biaya termurah namun tetap aman dan nyaman.
Saya berangkat dari Stasiun Hua Lamphong, Bangkok dan berhenti di Stasiun Lop buri, tiga jam kemudian.
Harga tiket kelas tiga hanya 50 baht untuk sekali jalan.
Banyak bangunan tua bernilai historis di dekat stasiun.
Reruntuhan candi bergaya Khmer berusia ratusan tahun tersebar di beberapa titik.
Satu di antaranya, Wat Phra Sri Mahattat yang menyimpan patung Buddha tanpa kepala di depan stasiun.
Tiket masuk Wat Phra Sri Mahattat adalah 50 baht.
Saya beruntung siang itu penjaga candi tidak menarik biaya dan langsung mempersilakan masuk dengan sedikit wawancara mengenai daerah asal dan untuk apa saya datang ke Lopburi.
Mendengar saya dari Indonesia dan sedang menuntut ilmu di salah satu universitas negeri di Bangkok, dia sangat excited.
Dia tidak keberatan menceritakan sekelumit kisah candi itu.
Selain dikenal sebagai kota tua, Lopburi dikenal sebagai kota monyet.
Ada ribuan ekor jenis macaque di sepanjang jalan.
Jalur pedestrian yang ramah bagi pejalan membuat saya betah menyusuri sambil terus membidikkan lensa.
Setiap November di Lopburi digelar Monkey Buffet Festival.
Ribuan monyet bebas menikmati persembahan buah dan sayuran dari pengunjung.
Acara berpusat di Wat Phra Prang Sam Yod, tak jauh pula dari stasiun.
Sebelum matahari semakin panas, saya harus kembali pada tujuan awal: mengunjungi ladang bunga matahari.
Dari Stasiun Lopburi saya menuju Khok Samrong di Distrik Nong Khaem.
Konon, di sanalah ladang terbesar dan tercantik yang menjadi pusat penghasil biji kuaci di Thailand.
Saya bersama sembilan teman lain menyewa mobil bak terbuka seharga 1200 baht.
Sepanjang jalan menuju Khok Samrong sangat cerah, alam tak menghalangi keceriaan kami.
Ketika SD dan pertama kali mengenal komputer, saya senang memandangi wallpaper ladang bunga matahari yang kontras dengan birunya langit cerah.
Dari sana mimpi saya bermula, karena cerita orang memang tak pernah bohong.
Ladang bunga matahari luas dan sangat indah membuat hati membuncah.
Kami bersembilan menari-nari di tengah suhu terik bagai peri-peri turun dari langit.
Kuntum bunga yang besar seperti sang surya tersenyum lebar.
Di antara ladang yang luas menghampar, disediakan panggung dengan background cantik serta beragam properti lain seperti kincir angin, bunga raksasa, dan lain sebagainya.
Ladang bunga matahari yang kami datangi tak menarik ongkos sama sekali.
Bahkan parkir kendaraan gratis.
Meski terlihat padat, tak ada satupun pengunjung yang menginjak-injak sebab di tiap deretan bunga disediakan jalur untuk lewat.