Breaking News:

Proses Pembuatan Mumi di 3 Suku Ini Bikin Bulu Kuduk Merinding, Satu di Antaranya di Indonesia

Nyatanya, mumifikasi tak hanya dilakukan oleh bangsa Mesir kuno. Beberapa suku di dunia juga melakukan hal serupa dengan cara yang tak jauh berbeda.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Sri Juliati
huffingtonpost.com
Suku Asmat di Papua dengan mumi 

TRIBUNTRAVEL.COM - Satu peninggalan bangsa Mesir kuno yang dikenang sepanjang masa adalah mumi, yaitu mayat yang diawetkan.

Tentu tak setiap orang mendapat perlakuan istimewa ini, hanya para raja dan orang penting yang diawetkan sehingga bentuk awalnya tetap terjaga.

Tradisi yang sudah berjalan sejak 2.500 tahun sebelum Masehi ini dipercayai, arwah raja akan tenang jika jasad mereka juga awet.

Tentu proses mumifikasi memiliki kerumitan tersendiri dan memakan waktu yang tak sebentar.

Hal ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, tidak ada oksigen, atau penggunaan bahan kimiawi.

Nyatanya, mumifikasi tak hanya dilakukan oleh bangsa Mesir kuno.

Beberapa suku di dunia juga melakukan hal serupa dengan cara yang tak jauh berbeda, termasuk di Indonesia.

Berikut TribunTravel.com rangkumkan beberapa suku yang mengenal mumifikasi dari berbagai sumber.

Siap-siap merinding dan nggak bisa tidur semalaman bila membaca cara mereka mengawetkan mayat, ya.

1. Suku Anga, Papua Nugini

2 dari 4 halaman

Suku yang berada di Papua Nugini ini punya sejarah panjang di balik mumifikasi dan prosesnya sungguh berbeda dengan cara bangsa Mesir Kuno.

Masyarakat Mesir kuno biasanya membongkar tubuh bagian dalam mayat dan kemudian menghilangkan organ, lalu dibungkus dengan sebuah kain.

Sementara dalam mumifikasi suku Anga, tubuh mereka didudukkan di atas asap selama tiga bulan untuk membantu mengawetkan mayat dalam budaya tropis.

Mereka menggantung mumi tinggi-tinggi, seolah-olah orang tua sedang mengawasi prosesi ini.

Saat tubuh tergantung di atas api dan menggembung, mayat akan disodok menggunakan tongkat secara lembut guna melebarkan anus.

Tujuannya, untuk mengalirkan cairan dan membantu untuk merontokkan organ di dalam tubuh.

Bagian terpenting dari proses ini bertujuan untuk menjaga wajah mayat tersebut tetap utuh sebab Suku Anga percaya, roh-roh akan berkeliaran secara bebas pada siang hari dan kembali ke dalam tubuh mumi mereka pada malam hari.

Tanpa melihat wajah mereka, roh-roh tersebut tidak dapat menemukan tubuh mereka sendiri dan berkeliaran selamanya.

Proses ini memakan waktu hingga tiga bulan dan selama itu, warga Suku Anga tak boleh mencuci diri dan meninggalkan lokasi.

3 dari 4 halaman

Setelah selesai, mereka akan membawa mumi dan menempatkannya di tebing batu yang menghadap desa.

Pada tahap itu pula tubuh yang baru meninggal perlahan-lahan membusuk dan kerangka abadi mereka menjadi pengingat bagi orang-orang yang masih hidup.

2. Suku Ibalio, Filipina


benguet.gov.ph

Di bagian utara Filipina, tepatnya sepanjang lereng Gunung Kabayan ditemukan puluhan mumi Kabayan atau mumi Ibaloin.

Praktik mumifikasi ini diperkirakan sudah ada sejak 1200 hingga 1500 Masehi di Kabayan, Provinsi Benguet, Filipina.

Bila pada Suku Anga, proses mumifikasi dilakukan setelah seseorang sudah meninggal, lain halnya dengan Suku Ibaloin.

Mereka yang hendak meninggal dan diawetkan, dipaksa meminum cairan yang sangat asin.

Setelah meninggal, mayat itu akan dicuci dan diletakkan dalam posisi duduk di atas perapian untuk mengeringkan seluruh cairan di dalam tubuh.

Asap dari tembakau juga ditiupkan ke dalam mulut untuk mengeringkan organ di dalam tubuh, guys.

4 dari 4 halaman

Proses terakhir dari mumifikasi ini, menggosokkan ramuan herbal ke seluruh tubuh dan kemudian meletakkannya ke sebuah peti mati yang terbuat dari kayu pinus.


travelandleisure.com

Mumi Kabayan banyak dimakamkan di gua-gua sepanjang lereng Gunung Kabayan, satu di antaranya adalah Gua Timbak.

Nah, proses mumifikasi berakhir pada abad ke-16 karena datangnya orang-orang Spanyol yang menjajah Filipina.

3. Suku Asmat, Papua


Sama seperti dua suku sebelumnya, suku terbesar yang mendiami Papua ini juga mengenal tradisi mumifikasi.

Hanya kepala suku atau adat saja yang jasadnya akan disimpan dalam bentuk mumi.

Mumi yang dapat ditemukan di sini adalah mumi kepala suku Werupak Elosak dan Wim Motok Mabel, yang masing-masing berusia 250 dan 278 tahun.

Saat masih hidup, sang kepala suku Werupak Elosak dikenal bijaksana dan sangat ramah.

Jasad Werupak Elosak kemudian diawetkan sebagai mumi agar dapat dikenang oleh keturunannya.

Sementara Wim Motok Mabel adalah seorang panglima perang masa lalu yang dikenang sebagai sosok pemberani, pemimpin gagah, dan disegani.

Proses mumifikasi suku Asmat mirip dengan dua di atas, yaitu meletakkan jasad di atas perapian dengan posisi duduk.

Sebelumnya, jasad itu diolesi (dibalsam) dengan ramuan alami.

Tujuannya agar jasad terkena asap dan lama-kelamaan menghitam.


panoramio.com

Uniknya, jasad yang telah menghitam akan dikeluarkan ketika ada tamu yang berkunjung atau dipajang di depan joglo suku ini

Prosesi ini juga dibarengi dengan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan diiringi dengan nyanyian dalam bahasa Asmat.

Selanjutnya
Tags:
Suku AngaPapua NuginiAsmatPapuaFilipinaTribunTravel Ikan Asar
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved