Laporan Wartawan TribunJateng, Shela Kusumaningtyas
TRIBUNTRAVEL.COM, SEMARANG - Suasana Negeri Tirai Bambu terasa ketika menyambangi Klenteng Sam Poo Kong.
Bangunan di komplek klenteng tua ini memberi kesan layaknya di Negeri China.
Atap bersusun tiga atau dua dengan ujung runcing menjadi ciri khas Klenteng Sam Poo Kong.
Warna merah mendominasi klenteng yang berlokasi di daerah Gedung Batu, Simongan Semarang ini.
Unsur oriental terlihat dari ornamen-ornamen yang dipasang pada bangunan klenteng.
Lampion ikut digantungkan di langit-langit atap.

Tribun Jateng/Shela Kusumaningtyas
Klenteng Sam Poo Kong di daerah Gedung Batu, Simongan Semarang, Jawa Tengah
Patung-patung dewa juga menghiasi areal klenteng ini.
Kaligrafi Cina terpahat di tiang penyangga bangunan.
Pilar berbentuk lingkaran menopang megahnya bangunan klenteng.
Hiolo atau tempat dupa juga ditaruh di klenteng ini.
Klenteng ini mulai dibangun pada tahun 1724.
Renovasi pernah berlangsung pada tahun 2002 hingga tahun 2005.
Bangunan yang semula terbuat dari dinding kayu, diubah menjadi dinding semen.
“Sam Poo Kong itu berarti orang yang dimuliakan. Ini ada kaitan sejarah dengan misi Laksamana Cheng Ho pada tahun 1405 yang diutus dari China oleh Dinasti Ming,” terang pemandu wisata di klenteng, Candra Yusuf Kurniawan kepada Tribun Jateng, pertengahan November 2016 lalu.

Tribun Jateng/Shela Kusumaningtyas
Klenteng Sam Poo Kong di daerah Gedung Batu, Simongan Semarang, Jawa Tengah
Pemerintah Dinasti Ming mengutus Cheng Ho sebagai duta perdamaian ke semua kerajaan di dunia.
Candra menjelaskan, Cheng Ho dikisahkan merupakan panglima perang beragama Islam.
Candra menjelaskan, Indonesia menjadi salah satu negara yang dikunjungi rombongan laksamana perang.
Mulanya, kota yang menjadi tujuan adalah Aceh dan Palembang.
Semarang bukan kota yang direncanakan untuk didatangi ekspedisi Cheng Ho yang membawa pesan perdamaian saat menyusuri lautan-lautan di dunia.
Cheng Ho mampir ke Semarang pada tahun 1416 karena juru mudi kapalnya yang bernama Wang Jing Hong didera sakit.
Nakhoda kapal ini termasuk andalan Cheng Ho.
Akhirnya, ia memutuskan armada berlabuh di Pantai Simongan, Semarang.
Kru kapal dan Cheng Ho tak hanya mendarat, konon mereka tinggal di gua beberapa pekan.
Inilah yang membuat klenteng ini dikenal dengan nama Gedung Batu.

Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan
Patung Laksamana Cheng Ho di Kelenteng Sam Poo Kong, Semarang, Jawa Tengah
Klenteng ini berada di bukit besar yang bentuk dalamnya berupa gua.
Cheng Ho dan sebagian besar pasukan lalu melanjutkan perjalanan.
Sementara nakhoda dan beberapa awak kapal menetap di Semarang.
Wang Jing Hong akhirnya mangkat di Semarang.
Jasadnya dimakamkan di dalam klenteng.
“Beberapa orang mengganggap Cheng Ho tutup usia di Semarang. Sebenarnya, ia tidak meninggal di Semarang,” kata Candra.
Ditambahkan Candra, Cheng Ho meninggal saat pelayaran di Hindia Barat.
Terdapat lima bangunan klenteng di tempat ini.
Klenteng pertama adalah klenteng Dewa Bumi atau Thao Tee Kong.
Di klenteng ini biasanya diadakan sembahyang untuk memanjatkan syukur dan memohon keselamatan serta keberkahan.

Tribun Jateng/M Syofrie Kurniawan
Relief perjalanan Laksamana Cheng Ho dari Negeri China di dinding Klenteng Sam Poo Kong, Semarang, Jawa Tengah
Klenteng kedua yakni klenteng Kyai Juru Mudi.
Di bagian klenteng ini ada makam nahkoda kapal Cheng Ho.
Selain ibadah dengan tata cara Konghucu, kerap pula diadakan ritual nyekar di makam sang juru mudi yang merupakan seorang Muslim.
Klenteng ketiga adalah Sam Po Tay Jin.
Biasanya klenteng ini digunakan untuk memuja Sam Poo Kong.
Semua kegiatan sembahyang berpusat di sini.
Sembahyangan berlangsung setiap hari, utamanya pada hari besar seperti Imlek dan Cap Gomeh.
Klenteng keempat adalah klenteng Kyai Jangkar.
Kyai Jangkar bukanlah sosok manusia, melainkan jangkar kapal yang dipercaya ditambatkan Cheng Ho ke daratan.

Tribun Jateng / Shela Kusumaningtyas
Klenteng Sam Poo Kong di daerah Gedung Batu, Simongan Semarang, Jawa Tengah
Adapula klenteng Kyai Tumpeng dan Cundrik Bumi.
Di sana ada makam juru masak Cheng Ho.
Sedangkan cundrik bumi merupakan tempat penyimpanan senjata.
“Di sini juga tumbuh pohon yang kabarnya hanya satu di Indonesia. Pohon rantai namanya. Akar pohon ini dimanfaatkan untuk mengganti rantai kapal,” beber Candra.
Untuk kian melengkapi suasana negeri China di klenteng ini, pengunjung bisa menyewa kostum ala bangsawan Kerajaan China. (*)