Laporan Wartawan Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNTRAVEL.COM, BANTUL - Keberadaan homestay di sentra batik tulis, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, kabupaten Bantul, ternyata memiliki dampak dan penilaian positif.
Homestay Adiluhung di desa setempat mendapat penghargaan pengelolaan homestay terbaik dari Kementrian Pariwisata Republik Indonesia.
Nantinya, pengelola homestay terbaik ini akan mendapat ASEAN Homestay Award pada acara Asean Tourism Forum di Singapura tahun 2017.
Suasana asri dan khas pedesaan sangat terasa begitu menginjakkan kaki di sebuah rumah bergaya kampung di tengah Dusun Karangkulon RT 2, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri.
Gemericik air sungai dipadu dengan kicauan burung bersahutan di rumah yang difungsikan sebagai homestay ini.
Pemilik homestay Adiluhung, Isnaini Muhtarom tak menyangka jika homestay yang dibuat dengan konsep tradisional ini justru bisa memikat hati juri ASEAN Tourism Forum.
Homestay miliknya ini menjadi satu di antara empat homestay lain yang dinilai terbaik di Indonesia.
Beberapa homestay lain yang juga mendapat penghargaan serupa berasal dari Banjarnegara (Jawa Tengah), Kuningan (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur) dan Tabanan (Bali).
“Saya tidak menyangka justru homestay saya ini memikat hati juri dan mendapat penghargaan. Kami menyajikan secara tradisional dan apa adanya. Namun teknis pengambilan penghargaan seperti apa, saya belum tahu,” ujar Muhtarom saat ditemui Tribun Jogja, Senin (7/11).
Menurut Muhtarom, dirinya memang sengaja mengonsep homestay ini menjadi bangunan tradisional.
Dia menjelaskan, homestay ini dibangun dengan rangka kayu dan bentuk bangunan kuno (Limasan) agar tidak meninggalkan bangunan aslinya.
Adapun, kata dia, rangka bangunannya berupa kayu sudah turun temurun dan merupakan warisan dari nenek moyang.
Agar menambah keasrian, halaman rumah ditanami pohon yang sudah secara turun temurun, misalnya pohon nangka, sawo, kelapa jati dan sono keling.
“Namun, kami tetap juga membuat bangunan ini semi modern tetapi tidak meninggalkan makna tradisional,” ujarnya.
Dia menceritakan, awalnya membuka homestay ini diawali dari pengurus paguyuban Batik Giriloyo yang membuat paket belajar batik dan paket homestay untuk menfasilitasi bagi pengunjung yang ingin menekuni batik ataupun kursus batik.
Selain itu, banyak akademisi yang hendak melakukan penelitian di Giriloyo dan sekitarnya.
Hal ini, seiring berkembangnya Giriloyo sebagai daerah wisata batik.
Banyak pengunjung yang berminat untuk belajar batik dan mengambil paket batik lebih dari satu hari.
Dengan demikian mau tidak mau, pengunjung harus menginap dan membaur di rumah pembatik untuk bisa belajar batik.
Pengunjung yang mulai berminat untuk mengambil paket dan menginap ini mulai tahun 2013.
Saat itu, sudah ada beberapa yang mengambil paket belajar batik dan menginap.
“Kala itu hanya dilaksanakan di rumah–rumah pembatik dan hanya di tarif sekedarnya sebagai pengganti makan selama para pelajar atau akademisi tinggal,” jelasnya.
Hingga akhirnya, dirinya membuka homestay yang awalnya diperuntukkan untuk para akademisi dan para pelajar yang belajar membuat batik.
Seiring berjalannya waktu, saat ini tercatat ada 15 homestay yang ada di bawah pengelolaam Desa Wisata Giriloyo Wukirsari, satu di antaranya adalah Homestay Adiluhung.
“Makna di balik Adiluhung, adalah berasal dari salah satu nama motif batik tradisonal yang mempunyai makna seni yang tinggi yang wajib dipelihara dan diwariskan,” kata pemilik sanggar Batik Berkah Lestari ini.
Jazir, Sekretaris Desa Wisata Batik Giriloyo mengatakan, keberadaan homestay Adiluhung adalah bagian dari pendukung desa wisata.
Apalagi dengan fasilitas itu akan lebih memudahkan para akademisi maupun orang yang belajar membatik untuk tetap tinggal dan menikmati suasana desa yang masih sangat alami.
“Keberhasilan untuk mendapatkan penghargaan ini, juga merupakan kebanggaan bagi kami sebagai pengurus desa wisata batik tulis,” ulasnya.