Laporan Wartawan TribunTravel.com, Sri Juliati
TRIBUNTRAVEL.COM - Manusia punya tiga peristiwa sejarah dalam hidupnya, yaitu lahir, menikah, lantas mati.
Khusus pernikahan, adalah satu peristiwa yang begitu sakral terjadi dalam hidup manusia.
Ditambah dengan persyaratan serta tata cara mengikuti adat tertentu, menjadikan prosesi ini semakin suci.
Sehingga diharapkan cukup sekali dilakukan selama seumur hidup.
Nah bicara tentang persyaratan, ada beberapa desa di Indonesia yang mengeluarkan aturan cukup unik tentang pernikahan.
Utamanya bagi warganya yang hendak menikah.
Tentu aturan itu dikeluarkan bukan tanpa alasan.
Ada yang telah jadi tradisi turun-temurun, ada pula karena alasan sosiologis.
Berikut tiga desa di Indonesia yang punya aturan menikah unik hasil rangkuman TribunTravel.com:
1. Desa Ngadisari, Probolinggo, Jawa Timur

BBC Indonesia
Supoyo bersama anak-anak sekolah dasar di SD Ngadisari I, Probolinggo.
Seorang kepala desa di Probolinggo, Jawa Timur mengeluarkan aturan cukup unik bagi warganya yang hendak menikah pada 2011.
Supoyo, yang kini telah jadi mantan kepala desa, memberikan persyaratan bagi warganya yang akan menikah wajib melampirkan selembar ijazah SMA.
Artinya, biar pun warganya sudah cukup umur, mendapat restu dari orangtua, dan punya uang untuk menafkahi, rencana itu akan sia-sia bila tak ada ijazah SMA.
Dengan menjadikan pendidikan sebagai syarat menikah, aturan ini juga mengajak anak-anak muda untuk tidak menikah di usia terlalu dini.
Aturan itu dilanjutkan oleh kepala desa selanjutnya dan bahkan diikuti oleh desa-desa di sekitarnya.
Bila ada kasus hamil di luar nikah, ada hukuman, yaitu membeli semen, batu, pasir untuk membangun desa.
2. Desa Ujung Bulu, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
Kepala Desa Ujung Bulu, Kecamatan Rumbia, Jeneponto, Mansur (rambut gondrong), menjelaskan aturan harus bisa mengaji sebelum menikah.
Dilansir TribunTravel.com dari Tribun Timur, desa di Sulawesi Selatan ini mensyaratkan pintar mengaji bagi warganya yang ingin menikah.
Hal ini pun dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes) sejak tahun 2007.
Jika tidak fasih membaca Alquran, maka siap-siap didenda Rp 1 juta per orang.
Uang dari hasil denda tersebut dimasukkan dalam dana kas masjid di tiap dusun yang ditempati melangsungkan akad nikah.
Bukan tanpa alasan dengan dikeluarkannya aturan ini.
Tujuannya, agar pasangan khususnya muda mudi di desa ini pintar mengaji.
3. Suku Polahi, Gorontalo

Kompas.com
Sebenarnya ini bukan desa, melainkan masyarakat Suku Polahi yang tinggal di hutan Humohulo, sekitar Gunung Boliyohuto, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Gorontalo.
Mereka punya aturan unik mengenai pernikahan, bahkan jadi fenomena unik.
Bagi Suku Polahi, menikah dengan saudara kandung adalah hal biasa, meski pada masyarakat pada umumnya, ini adalah sebuah pantangan.
Artinya, kakak dan adik kandung boleh menikah.
Bahkan seorang ayah boleh menikahi anak perempuannya sendiri, pun dengan sang ibu yang menikahi anak laki-lakinya sendiri.
Kebiasaan ini masih terus bertahan hingga sekarang dengan alasan mempertahankan keberadaan Suku Polahi.