Breaking News:

Dapur Dahapati Bandung - Cerita Pangeran Siam dalam Semangkuk Sup Buntut

Bagi para pemburu kuliner nikmat di Bandung, Dapur Dahapati mungkin bukan nama yang asing. Menu andalannya adalah sup buntut goreng.

Penulis: Sinta Agustina
Editor: Sri Juliati
ISTIMEWA/Iyos Kusuma
Menu Sup Buntut di Dapur Dahapati, Jalan Raden Aria Adipati Wiranatakusumah, Bandung. 

Laporan Travel Writer: Iyos Kusuma

TRIBUNTRAVEL.COM - Jika Indonesia tidak menjadi surga rempah-rempah pada abad ke-16, mungkin bangsa Eropa tidak akan melabuhkan sauhnya di tanah air kala itu.

Nyatanya, rempah-rempahlah yang menjadi satu incaran pemerintah Belanda melakukan ekspansi ke Asia Tenggara.

Tak dapat dimungkiri, kolonialisme bangsa Eropa di tanah air dalam kurun waktu 3,5 abad telah melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang berakulturasi.

Bukan hanya ketika bangsa Belanda menikah dengan bangsa pribumi dan menghasilkan keturunan peranakan Belanda.

Juga ketika kebudayaan setempat dikawinkan dengan kebudayaan Belanda dalam bidang lain, misalnya kuliner.

Katakanlah, sup buntut.

Bagi para pemburu kuliner nikmat di Bandung, Dapur Dahapati mungkin bukan nama yang asing.

Rumah makan ini terletak di Jalan Raden Aria Adipati Wiranatakusumah atau lebih mudah dikenal dengan nama lamanya, Jalan Cipaganti.

Lahan parkir Dapur Dahapati pada jam makan siang atau makan malam selalu sesak oleh kendaraan.

2 dari 4 halaman

Pada akhir pekan, kendaraan berpelat B malah mendominasi, berjejer di depan Dapur Dahapati yang terletak di seberang pom bensin Cipaganti.

Saya pernah berencana makan malam di sana dan mendapati papan kayu bertuliskan ‘SOP BUNTUT GORENG HABIS’ terpampang di pintu masuk.

Mengapa sup buntut goreng Dapur Dahapati seolah memiliki daya pikat yang begitu menarik di Bandung?

Kalau begitu, mari kita bicara rasa!

Bagi saya yang menyukai makanan berporsi besar, porsi sop buntut goreng di sini tergolong cukup banyak.

Ketika saya memesan seporsi sup buntut goreng, maka sepiring buntut sapi goreng akan disajikan dengan potongan sayuran segar dan irisan bawang bombay yang telah digoreng.

Bersama ini, disajikan pula semangkuk kuah sup dengan potongan sayur mayur segar.

Sementara nasi putih dijual secara terpisah.

Satu hal yang membuat saya rela membuka dompet cukup lebar untuk makan di sini adalah rasa buntut goreng yang begitu meresap ke setiap serat daging.

Ketika daging digigit, rasa rempah yang kaya langsung membuncah di dalam mulut.

3 dari 4 halaman

Tekstur buntut gorengnya pun sangat lembut untuk dikunyah, bahkan ketika dilepaskan dari tulang.

Sup yang disodorkan kepada saya juga tak kalah menggiurkan, rasa kaldu yang kuat terasa di setiap seruput.

Kuah disajikan bening seperti kuah sup pada umumnya.

Irisan wortel, kentang, dan tomat berbaur di sana, dimasak dengan waktu yang cukup sehingga tidak terlalu lembek.

Dengan suasana yang tenang di bawah langit-langit menjulang khas Belanda, saya membayangkan, pemilik rumah makan ini adalah seorang keturunan Belanda.

Saya salah, pemilik rumah makan yang juga membuka cabang di Jalan Anggrek ini adalah seorang peranakan Thailand.

Ibu Rose adalah salah satu keturunan pendiri Dapur Dahapati yang kini menjadi pengelola.

Keluarga pemilik Dapur Dahapati adalah keturunan dari salah satu pangeran di Kerajaan Muangthai.

Ialah Pangeran Patibatra Shukumbhand, yang sempat diasingkan ke Bandung pada tahun 1930-an dan menempati rumah di sana, rumah yang kini kerap dikunjungi para pencinta kuliner menikmati sup buntut Dahapati.

Saya menerka, nama 'pati' dalam 'Dahapati' adalah sebuah cara mengenang nama Pangeran Patibatra.

4 dari 4 halaman

Lalu, apa arti dari kata 'daha'?

Cerita selengkapnya dari travel writer Iyos Kusuma baca di sini.

Selanjutnya
Tags:
BandungDapur DahapatiBelandaJalan Raden Aria Adipati Wiranatakusumah
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved