Breaking News:

Museum Taman Prasasti - Kisah Pecah Kulit dan Perempuan Menangis, Berani Datang Malam Hari?

Kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan. Badan Elberverd dan rekan-rekannya pun terkoyak.

Editor: Vovo Susatio
indonesiananelok.blogspot.co.id
Makam aktivis mahasiswa Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti Jakarta 

TRIBUNTRAVEL.COM - Sebuah monumen berdiri kokoh di Museum Taman Prasasti Jakarta.

Di atasnya, terdapat patung tengkorak tertancap pada ujung tombak.

Di dinding monumen, tertulis kalimat dalam bahasa Belanda dan bahasa Jawa.

“Sebagai kenang-kenangan yang menjijikkan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum Pieter Erberveld. Dilarang mendirikan rumah, membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini, sekarang dan selama-lamanya. Batavia, 14 April 1722”.


KOMPAS.COM/NICKY AULIA WIDADIO
Monumen peringatan peristiwa pecah kulit di Museum Taman Prasasti Jakarta

Tulisan tersebut bercerita mengenai asal muasal sang monumen, sebagai peringatan atas hukuman yang dijatuhkan pada pemberontak Belanda di masa lalu.

Monumen ini terkait dengan sebuah peristiwa yang kemudian dikenal dengan sebutan peristiwa pecah kulit.

Pieter Elberverd adalah keturunan Indo dan merupakan tuan tanah kaya raya yang tinggal di kawasan Pangeran Jayakarta.

Suatu waktu, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) sebagai pihak yang berkuasa ingin memperluas wilayah dan menyita tanah-tanah di Batavia, termasuk tanah milik Pieter Elberverd.

Tanah-tanah tersebut disita tanpa ada ganti rugi.

Tidak terima dengan hal tersebut, Pieter Elberverd pun merencanakan pemberontakan.

2 dari 4 halaman

“Kebetulan pada saat itu, banyak pemberontak lokal. Elberverd dan para pemberontak tersebut merencanakan kudeta,” cerita Aji, pemandu dari Komunitas Love Our Heritage (LOH).


Tribunnews.com/ Reynas Abdila
Museum Taman Prasasti di Jalan Tanah Abang No 1, Jakarta Pusat menyimpan banyak nisan kuno peninggalan sejarah zaman Belanda dan Jepang.

Pemberontakan direncanakan saat perayaan tahun baru, ketika pihak Belanda sedang bersenang-senang merayakan pergantian tahun hingga mabuk.

Sayangnya, rencana pemberontakan mereka dibocorkan oleh pembantu Pieter Elberverd.

Menjelang perayaan tahun baru, Elberverd dan rekan-rekannya justru ditangkap terlebih dahulu oleh pihak VOC.

Mereka pun diberi hukuman yang keji karena telah memberontak.

Kedua tangan dan kaki mereka diikat pada tali tambang.

Keempat ujung tali tambang kemudian diikatkan pada kuda-kuda pilihan yang sangat kuat.

Kemudian, kuda-kuda tersebut dilecut hingga berlari ke arah-arah yang berlawanan.


Tribunnews.com/Reynas Abdila
Museum Taman Prasasti, tampak depan

Badan Elberverd dan rekan-rekannya pun terkoyak.

Daging mereka terburai, kulit pecah.

3 dari 4 halaman

Itulah mengapa peristiwa tersebut diberi nama peristiwa pecah kulit.

“Itu lah hukuman yang diberikan oleh Belanda terhadap siapa pun yang memberontak. Setelah hukuman tersebut, dibangun lah monumen peringatan atas peristiwa tersebut oleh Belanda. Ada tengkorak, karena kepala mereka juga dipenggal,” jelas Aji kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Monumen peristiwa pecah kulit hanya satu dari sekian banyak prasasti bersejarah yang terdapat di Museum Taman Prasasti.

Museum ini menyimpan nisan makam isteri Thomas Stamford Rafless, peti jenazah Soekarno dan Hatta, monumen peringatan Soe Hok Gie, dan banyak prasasti lainnya.

Di sini, patung dan nisan bergaya Eropa menjadi pemandangan biasa.

Menjadikan Museum Taman Prasasti berbeda dengan museum maupun taman pemakaman lainnya di Jakarta.

Menggambarkan peradaban kolonialisme yang tersisa di Jakarta.


driwancybermuseum.wordpress.com
Museum Taman Prasasti Jakarta

Setelah melewati pintu gerbang kayu pembatas areal bekas makam, ada sebuah lonceng.

Lonceng ini merupakan replika lonceng asli yang kini sudah tidak diketahui lagi keberadaannya.

Lonceng ini merupakan penanda ada jenazah yang akan dibawa ke makam.

4 dari 4 halaman

Di Batavia, makam ini khusus untuk pejabat dan hartawan Belanda.

Pada masa berikutnya ada juga sejumlah warga Indonesia yang dimakamkan di situ, antara lain Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa dari Universitas Indonesia.

Salah satu nisan yang tergolong ”baru” bertahun 1971 atas nama Joseph Sutianto.

Museum Taman Prasasti yang terletak di Jalan Tanah Abang No 1, Jakarta Pusat menyimpan banyak nisan kuno peninggalan sejarah zaman Belanda dan Jepang.

“Kurang lebih tercatat ada 1.300 koleksi museum yakni berupa prasasti yang ada sejak zaman penjajahan,” kata seorang petugas museum kepada Tribun Travel, beberapa waktu lalu.

Tidak jauh dari pintu masuk, ada dua peti dibungkus kaca dan ditutupi kanopi besi.


Tribunnews.com/ Reynas Abdila
Peti jenazah Bung Karno dan Bung Hatta yang tersimpan rapi di Museum Taman Prasasti, Jakarta

Satu peti berukir sedangkan satunya polos.

Peti berukir itu pernah digunakan untuk membaringkan jasad Soekarno, Presiden pertama RI.

Peti yang satu lagi awalnya disiapkan untuk Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama RI.

Namun, peti itu tidak jadi digunakan.

“Peti jenazah milik almarhum Bung Karno dan Bung Hatta juga ada di sini dan masih utuh bentuknya,” kata penjaga makam.

Tidak hanya dua peti mati saja yang ada di ruangan itu.


Tribunnews.com/Reynas Abdila
Peti jenazah Bung Karno yang tersimpan rapi di Museum Taman Prasasti, Jakarta

Juga ada sejumlah foto saat pembongkaran makam dan pemindahan jasad pada tahun 1975-1977.

Pada masa kepemimpinan Gubernur DKI Ali Sadikin, Pemerintah Provinsi Jakarta memutuskan menutup makam dan memindahkan jasad yang terkubur ke pemakaman Menteng Pulo.

Museum Taman Prasasti ini diresmikan Ali Sadikin pada tanggal 9 Juli 1977.

Tempat ini mulanya merupakan kompleks kuburan Belanda bernama Kerkhof Laan yang kemudian dikenal sebagai Kebon Jahe Kober.

Sebagian kerangka dipindahkan keluarganya ke Belanda, dan ada pula yang diperabukan.

Nisan-nisan dari makam masih tetap dipertahankan dan ditata ulang.

Kuburan Kebon Jahe Kober ditutup pada tahun 1975 lantaran tidak dapat lagi menampung jenazah dan dijadikan Musem Taman Prasasti dengan luas tanah 1,3 hektar.

Museum ini terlihat semacam tempat pameran karya seni yang melukiskan peristiwa sepanjang masa dari goresan prasasti bagi mereka yang telah pergi.

Sekitar 1.200 dari 5.000 nisan yang ada menjadi bagian dari Museum Taman Prasasti.

Nisan, pada masa itu, menjadi identitas mereka yang dikuburkan.

Misalnya saja yang dibuat bagi 30 orang tentara kekaisaran Jepang Kompi 9, Bataliyon 16, Divisi 2, dari kota Shibata, Propinsi Nigata, Jepang yang gugur melawan tentara sekutu di Sungai Ciantung, Desa Leuwiliang, Bogor, 3-4 Maret, tahun 17 Showa (1942).

Nisan berbentuk buku ada di makam Direktur Stovia Dr HF Roll.

Roll inilah yang mempertahankan Sutomo tetap bersekolah meskipun ada berbagai tekanan dari Pemerintah Belanda untuk menghentikan gerakan Boedi Oetomo yang digagas Sutomo.

Seorang pejabat Belanda yang berjasa memajukan pertanian di Pasuruan, Dirk Anthonius, dimakamkan dengan nisan berukir hasil pertanian dan alat- alat pertanian.

Sejumlah makam memiliki tanda organisasi rahasia Freemanson.

Tanda tersebut seperti ular yang melingkar dan menggigit ekornya sendiri, serta tengkorak dan tulang yang berbentuk tanda silang.

Sebuah patung perempuan dengan kepala tertelungkup pada tangannya juga ada di kompleks ini.

Menurut cerita, makam ini kerap disebut Si Cantik Menangis dan dipercaya sebagai patung perempuan menangisi suami yang bunuh diri karena terkena malaria.

Museum Taman Prasasti ini buka setiap hari Selasa-Minggu mulai pukul 09.00-15.00 WIB, untuk tiket pengunjung dikenakan tarif Rp 5.000 per orang. (Kompas.com/Nicky Aulia Widadio/Tribunnews.com/ Reynas Abdila)

Selanjutnya
Sumber: Kompas.com
Tags:
Museum Taman PrasastiDKI JakartaAli SadikinSoe Hok Gie Massdes Arouffy Pulau Pramuka Marullah Matali
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved