Laporan Wartawan Pos Kupang, Egy Moa
TRIBUTRAVEL, RUTENG - Kampung Todo, pusat Kerajaan Manggarai di Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai telah lama dikenal lho guys.
Keberadaan kampung tersebut lengkap dengan bangunan rumah adat yang ternyata jauh lebih dikenal sebelum situs rumah adat Wea Rebo.
Meski kemudian, Wae Rebo lebih tenar ke seantero dunia menyusul ditetapkannya kampung tersebut sebagai warisan dunia oleh Unesco.
Sama-sama punya bangunan tua, Kampung Todo dan Wae Rebo menyimpan keunikan masing-masing.
Jika untuk menjangkau Wae Rebo harus berpeluh keringat menerabas hutan lebat dan memanjat bukit selama 2-3 jam dengan jalan kaki, setelah itu berkendaraan sekitar 2,5 jam dari Kota Ruteng.
Sedangkan ke Todo, relatif mudah dijangkau.
Dengan menggendarai kendaraan pribadi, kita hanya kan menempuh jarak 45 km dari Kota Ruteng.
Perjalanannya tak lama kok guys, cukup satu setengah jam saja dengan melintasi sebagian jalan hotmix dan separuh jalan aspal yang telah dimakan usia, sehingga bopeng di sana-sini.
Ada dua pilihan sampai ke Todo.
Pertama dari Ruteng ke arah selatan menyusuri jalan propinsi di tengah Hutan Wisata BKSDA.
Kedua dari arah Ruteng ke barat menyusuri ruas jalan nasional Ruteng-Labuan Bajo.
Setibanya di Pela, Kecamatan Lelak memutar haluan ke selatan dengan jalan hotmix dan separuh bopeng sampai ke Todo.
Jalur yang sama juga dapat dijangkau jika kedatangan dari Labuan Bajo, sampai di Pela dan seterusnya ke Todo.
Kedatangan ke Todo bukan sekadar menyaksikan rumah kerucut berbahan lokal, kain sarung todo, hawa pegunungan dan keramahan penduduknya.

Pos Kupang/Egy Moa
Melintasi jalan berkelok dan lubang tentu menguras tenaga. Namun kepenatan itu bakal terlunasi setibanya di Kampung Todo.
Setelah mendapati Gereja Todo, dari jarak 200-an meter sudah tampak atap rumah kerucut berbahan ijuk.
Empat unit rumah adat (niang) berjejer dengan view laut amat menawan.
Dalam benak, tentu keren sekali letak kampung yang bernama sama dengan nama desa terletak di ketinggian permukaan laut berhadapan pantai selatan Pulau Flores dalam deretan Pegunungan Mandosawu.
Kampung Todo, juga tak hanya menyajikan keaslian bangunan dan asal-usul riwayat pemerintahan kerajaan di Manggarai.
Yang paling sensasi adalah riwayat Loke Nggerang, gendang tabuh berbahan kulit wanita paras cantik.
Pengelola situs dan pemungut jasa retribusi, Titus Jegadut, menuturkan gendang kulit wanita itu hidup ribuan tahun silam, tak sembarangan diperlihatkan kepada umum.
Ada syaratnya melalui ritual adat yang butuh biaya.
Seremoni minimal pakai ayam berbuluh putih atau merah, kambing bahkan kerbau disembelih.
Untuk mengadakan seremoni, kata Titus, diundang para tua adat dan warga lain.
Hakekat seremoni ini supaya orang yang menyaksikan Loke Nggerang, tidak mengalami musibah sekembalinya dari Todo.
"Tamu bisa celaka dan macam-macam kejadian ketika kembali dari Todo. Kalau ada wanita sedang hamil, boleh saja ingin hati mau lihat mau lihat. Tapi tergantung kesiapan hati. Kalau tidak yakin, sebaiknya tak usah," kata Titus kepada Pos Kupang, pekan lalu.
Disimpan Loke Nggerang di Todo, kata Titus, atas kesepakatan bersama antara Raja Todo, Raja Goa dan Raja Bima berkuasa pada jamannya, supaya KerajaanTodo menjadi pemersatu dan pusat kebudayaan Manggarai.
Loke Nggerang, gendang induk dari semua gendang di Manggarai, tidak ditabuh sembarangan seperti gendang umumnya untuk seremoni adat.