TRIBUNTRAVEL.COM - Aksi memberi kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) masih menjadi sorotan masyaratan Indonesia.
Kejadian itu bermula ketika Jokowi hadir di acara Dies Natalis ke-68 UI.
Tiba-tiba saja, ketua BEM UI, Zaadit Taqwa berdiri dan mengangkat tangannya sambil menunjukkan 'kartu kuning' kepada presiden.
Zaadit Taqwa mengaku melakukan hal tersebut sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri.
"Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya” kata Zaadit kepada Kompas.com, Jumat (2/2/2018).
Zaadit mengatakan, dalam tahun keempat pemerintahan Jokowi, ada sejumlah hal yang menjadi sorotan BEM UI.
Masalah tersebut di antaranya isu gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa.
Seperti yang selama ini kita tahu, Asmat adalah satu di antara banyak suku di Indonesia yang mendiami wilayah terpencil sepanjang pantai barat Papua.
Asmat dalam bahasa setempat artinya 'orang pohon', dan mereka menyebut diri sebagai Asmat-wo (orang nyata) menurut Peter dan Kathleen Van Arsdale, Ensiklopedia Budaya Dunia, Oceania diedit oleh Terence Hays, (GK Hall & Company, 1991).
Dalam jurnal ini, Asmat dikatakan sebagai sekelompok mantan kanibal dan pemburu kepala hingga tahun 1980-an.
Sejak munculnya kritikan atas berbagai masalah di Asmat, masyarakat Indonesia pasti bertanya-tanya, "bagaimana dan seperti apa kehidupan suku Asmat?"
Dirangkum TribunTravel dari berbagai sumber, berikut beberapa fakta tentang Suku Asmat yang mendiami bagian paling Timur dari Indonesia.
1. Wilayah Asmat pertama kali dieksplorasi mulai abad ke-6 hingga abad ke-19 oleh Belanda dan Inggris
Wilayah Asmat yang terpencil dan kurangnya sumber daya membuat Bangsa Eropa memotong wilayah penjajahannya.
Kontak pertama orang Asmat dengan Eropa terjadi oleh pedagang Belanda, Jan Carstens, pada tahun 1623 dilanjutkan Captain Cook pada tahun 1770.
:focal(500x188:501x189)/https://public-media.smithsonianmag.com/filer/16/7f/167f6e51-aef9-4b36-a098-0f2f165db521/01-michael-rockefeller-asmat.jpg)
2. Daerah di mana Asmat hidup meliputi beberapa wilayah yang belum dijelajahi di dunia
Wilayah tak terjamah di Asmat ditutupi dengan hutan bakau dan rawa yang medannya sangat terjal.
Suku Asmat tersebar di 100 desa di wilayah seluas 27 ribu kilometer yang merupakan satu di antara wilayah terbesar dan paling terpencil di dunia.
Selama laut pasang pada musim hujan, air bisa menembus dua kilometer ke daratan sehingga jalan menjadi berlumpur.
Saat air surut, barulah daratan bisa dilewati.
Tertutup dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia, wilayah yang didiami Asmat juga menjadi rumah bagi banyak satwa.
3. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik

Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu adalah perwujudan mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
4. Punya tradisi pemakaman yang sangat unik
Jika seorang kepala suku atau kepala adat meninggal, maka jasadnya akan disimpan dalam bentuk mumi.
Proses mumifikasi ini dilakukan dengan mengolesi jasad dengan ramuan alami yang kemudian diletakkan di atas perapian dalam posisi duduk.
Tujuannya agar jasad terkena asap dan lama kelamaan menghitam.
Uniknya lagi, jasad yang telah menghitam akan dikeluarkan ketika ada tamu yang berkunjung ataupun dipajang di depan joglo.
Prosesi ini juga dibarengi dengan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan diiringi dengan nyanyian dalam bahasa Asmat.
Tidak semua orang Asmat melakukan prosesi ini jika ada kerabat atau keluarga yang meninggal, tapi hanya orang penting atau yang punya kedudukan saja.
5. Kehidupan Asmat seperti dalam surat dari dokter untuk Zaadit tentang Asmat
Setelah aksinya memberi kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) mendapat surat terbuka dari dokter yang bertugas di Asmat, Papua.
Dalam surat terbukanya, dokter itu memberikan gambaran secara rinci apa yang terjadi di Asmat dan fakta-fakta temuan di lapangan.
- Tenaga kesehatan dan tenaga ahli seperti insinyur, guru masih kurang.
- Medan dan geografisnya membuat lokasi sulit dijangkau.
- Akses internet di Merauke ga kalah kenceng sama Depok
- Bekerja di pedalaman Papua resikonya berat bahkan bisa bertaruh nyawa
- Jarak kampung ke kampung jauh, bisa ditempuh dengan speed boat atau perahu, belum lagi jika ada kendala cuaca.
- Jika hidup di sana, bersiaplah bertahan dengan ketiadaan akses sinyal, tanpa listrik dan harga BBM yang setara kopi setarbak (Starbucks).
- Mata uang paling kecil goceng.
- Karena air sulit, air mineral yang biasa kita minum biasanya hanya untuk mandi.
(TribunTravel.com, Rizky Tyas)